MAKALAH
MANAJEMEN SEKOLAH UNGGUL
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah
KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengampu:
Prof. DR. Abdul
Haris, MA.
Disusun Oleh :
Khurotul Aini, S. Pd.
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM QOMARUDDIN
BUNGAH GRESIK
2009
KATA PENGANTAR
Kami memanjatkan puji syukur Alhamdullilah kepada
Allah SWT., Yang Maha Rohman dan Rohim telah memberikan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “ Manajemen
Sekolah Unggul “, sebagai syarat untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Kapita
Selekta Pendidikan Islam. Topik ini kami angkat karena merupakan masalah yang
hangat dibicarakan saat ini.
Dengan
selesainya karya tulis ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. DR. Abdul Haris, MA. selaku dosen
pengampu.
2. Bapak DR.
Aswadi Syuhada, M Ag. selaku Direktur Pascasarjana STAI
Qomaruddin
Bungah Gresik.
3. Berbagai
pihak yang belum sempat kami sebut yang turut memberikan masukan.
Mudah-mudahan Allah Yang Maha
Pengasih memberikan balasan yang sesuai dengan amal perbuatan yang telah
dilakukannya.
Kami
yakin bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan,
walaupun kami sudah berupaya seoptimalnya sesuai dengan kemampuan kami. Oleh
karena itu kami selalu mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi
perbaikan kesempurnaan penulisan makalah ini dan penulisan selanjutnya.
Akhirnya
semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan para guru dalam usaha
peningkatkan mutu pendidikan.
Dukun, Oktober 2009
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
...............................................................................................................i
Kata Pengantar
..............................................................................................................ii
Daftar Isi
.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
...........................................................................................................1
II. Rumusan Masalah
.....................................................................................................2
III. Tujuan Penulisan Makalah ......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN MASALAH
I. Peranan Kepala Sekolah
.............................................................................................4
II. Manajemen Pendidikan
............................................................................................
8
III. Ciri-ciri Sekolah Unggul
.......................................................................................19
BAB III PENUTUP
I. Simpulan
..................................................................................................................25
Daftar Pustaka
.............................................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Melihat
visi Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik yaitu: Terwujudnya masyarakat Gresik
yang agamis, demokratis, cerdas, terampil, berbudaya, dan berdaya saing. Dan
misi yaitu : (1) Mengoptimalkan pendidikan agama sampai pada tataran perilaku,
(2) Mewujudkan lembaga pendidikan sebagai pelayan masyarakat untuk menghasilkan
SDM yang mampu menghormati perbedaan dan perubahan, (3) Meningkatkan fungsi
lembaga pendidikan formal dan nonformal dalam penguasaan IPTEK, (4)
Meningkatkan fungsi lembaga formal dan nonformal dalam penerapan IPTEK, (5)
Mewujudkan lembaga pendidikan sebagai wahana pelestarian budaya, (6) Mewujudkan
lembaga pendidikan sebagai wahana pengembangan dan mampu membaca serta
memanfaatkan peluang, dan (7) Meningkatkan pembinaan pemuda dan olah raga.
Untuk
mencapai visi dan misi Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik tersebut diperlukan
lembaga-lembaga pendidikan di Kabupaten Gresik mulai dari lembaga pendidikan
dasar sampai pada pendidikan menengah yang benar-benar unggul di jenjang
masing-masing. Sekolah unggul yaitu sekolah yang memiliki ciri – ciri ;
memiliki visi dan misi yang jelas, memiliki komitmen yang tinggi, memiliki
kepemimpinan yang mumpuni, memberikan kesempatan untuk belajar dan pengaturan
waktu yang jelas, memiliki lingkungan yang aman dan teratur, adanya hubungan
yang baik antara keluarga dan sekolah, dan terwujudnya monitoring kemajuan
siswa secara berkala. Di samping itu, sekolah unggul adalah sekolah yang
berwawasan global, memiliki out put dan out came yang tinggi.
Pendidikan
secara subtansial sebetulnya adalah usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui bimbingan, pengajaran ,
dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah
tercapainya pribadi yang dewasa-susila. Driyarkara ( 1980 ) menyatakan,
pendidikan pada hakekatnya adalah suatu perbuatan fundamental dalam bentuk
komunikasi antarpribadi, dan dalam komunikasi tersebut terjadi proses
pemanusiaan manusia muda – dalam arti proses hominisasi
( menjadikan seseorang menjadi manusia ) dan
proses humanisasi ( pengembangan kamanusiaan manusia ).
1
Pendidikan
di era otonomi sekolah seperti sekarang ini kita sadari tidak sekedar menuntut
adanya keterlibatan dan peran aktif masyarakat. Hasil dari penyelenggaraan
pendidikan yang dilakukan juga dituntut mampu memecahkan berbagai problem
masyarakat. Dalam bahasa yang lebih teknis, pendidikan yang berbasis masyarakat
diharapkan dapat menghasilkan—meminjam istilah Ignas Kleden(2001)—linking
sekaligus delinking.
Yang
dimaksud linking menunjuk pada keadaan ketika saeorang anak manusia punya
kesinambungan dengan lingkungan sosialnya. Sedangkan delinking adalah upaya
pendidikan untuk mengajari peserta didik agar tetap bersikap kritis dan
senantiasa mengambil jarak dengan realitas di sekitarnya agar tidak terjerumus
dalam hegemoni yang dikonstruksikan oleh negara, kelas yang berkuasa, atau
siapa pun pihak yang superior. Dari pendapat tersebut, harapan orang tua
setelah menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan yaitu agar anaknya menjadi
dirinya sendiri, mampu menghidupi dirinya, mapan dalam hidup lahir batin.
Untuk
memenuhi harapan masyarakat tersebut diperlukan seorang pemimpin atau kepala
sekolah yang mengetahui peranannya sebagai kepala sekolah, menguasai manajemen
pendidikan, dan mampu membaca perkembangan di masyarakat.
II. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang penulisan makalah ini di atas, penulis dapat merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa peranan kepala sekolah untuk mencapai
sekolah unggul ?
2. Bagaimana manajemen pendidikan yang cocok
untuk mencapai sekolah unggul ?
3. Bagaimana ciri-ciri sekolah unggul ?
III. Tujuan Penulisan makalah.
Adapun
tujun penulisan makalah ini sesuai dengan rumusan masalah di atas sebagai
berikut :
1. Seorang kepala sekolah harus mengetahui
peranannya yang harus dijalankan supaya dapat memenuhi harapan masyarakat.
2
2. Seorang kepala sekolah harus bisa memenej
lembaga pendidikan secara optimal agar lembaga pendidikan yang ia pimpim
benar-benar menjadi lembaga pendidikan yang dipercaya, dibutuhkan, dan
diidolakan oleh masyarakat.
3. Agar kita bisa mengetahui sebagian
ciri-ciri sekolah yang unggul yaitu sekolah yang diharapkan dan dibanggakan
oleh masyarakat.
3
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
I. Peranan Kepala Sekolah
Sejalan
dengan tantangan kehidupan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa
mendatang akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa
melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian penguasaan kompetensinya. Guru
harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran. Guru
di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well
informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang berkembang dan
berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini.
Di
masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai di tengah-tengah
siswanya. Jika guru tidak
memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat, ia akan
terpuruk secara professional. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan dari siswa, orang tua
maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan profesionalitas tersebut, guru
perlu berpikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya, guru harus melakukan
pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus-menerus.
Di
samping itu, guru masa depan harus paham penelitihan guna mendukung terhadap
efektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil
penelitian guru tidak terjebak pada praktek pembelajaran yang menurut asumsi
mereka sudah efektif, namun kenyataannya justru mematikan kreativitas para
siswanya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian yang mutakhir
memungkinkan guru untuk melakukan pembelajaran yang bervariasi dari tahun ke
tahun, disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sedang berlangsung.
Agar
proses pendidikan dapat berjalan efektif dan efisien, guru dituntut memikiki
kompetensi yang memadai, baik dari segi jenis maupun isinya. Namun, jika kita
salami lebih dalam lagi tentang isi yang terkandung dari setiap jenis
kompetensi,
--sebagaimana disampaikan oleh para ahli maupun
dalam perspektif kebijakan pemerintah--, kiranya untuk menjadi guru yang
kompeten bukan sesuatu yang sederhana, untuk mewujudkan dan meningkatkan
kompetensi guru diperlukan upaya
4
yang sungguh-sungguh dan komprehensif.
Salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui optimalisasi peran kepala
sekolah. Idochi Anwar dan Yayat Hidayat
Amir (2000) mengemukakan bahwa “Kepala sekolah sebagai pengelola memiliki tugas
mengembangkan kinerja personel, terutama meningkatkan kompetensi professional
guru.” Perlu digarisbawahi bahwa yang
dimaksud dengan kompetensi profesional di sini, tidak hanya berkaitan dengan
penguasaan materi semata, tetapi mencakup seluruh jenis dan isi kandungan
kompetensi sebagaimana telah dipaparkan di atas.
Dalam
perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh
peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai ; (1) educator (pendidik), (2)
manajer, (3) administrator, (4) supervisor (penyelia), (5) leader (pemimpin),
(6) inovator (pencipta iklim kerja), dan (7) motivator.
Menunjuk
kepada tujuh peran kepala sekolah sebagaimana disampaikan oleh Depdiknas di
atas, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas hubungan antara peran kepala
sekolah dengan peingkatan profesi guru.
1. Kepala Sekolah sebagai Edukator (pendidik)
Kegiatan
belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana
dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan
komitmen tinggi dan focus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar
mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi
yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi
dan mendorong agar para guru dapat secara terus-menerus meningkatkan
kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan
efesien.
2. Kepala Sekolah sebagai Manajer
Dalam
mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala
sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para
guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi dan
memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan
5
kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai
kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti
MGMP tingkat sekolah, MGMP kluster,
forum MGMP kabupaten, diskusi professional, kegiatan pendidikan dan pelatihan
di luar sekolah, melanjutkan pendidikan, kegiatan pelatihan yang
diselenggarakan oleh pihak lain, dan sebagainya.
3. Kepala Sekolah sebagai Administrator
Khususnya
berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan
kompetensi guru tidak lepas dari factor biaya. Seberapa besar sekolah dapat
mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru tentunya akan mempengarui
terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya
dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi
guru.
4. Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Permasalahan
yang dihadapi dalam melaksanakan supervise di lingkungan pendidikan dasar
adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif
menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan
situasi dan relasi dimana gru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang
dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan
data, fakta yang objektif ( Sahertian, 2000 : 20 )
Kegiatan
supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan
kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dalam memberikan pembinaan
kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksanakan guru
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peranan utama. Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.Untuk
mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala
kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi yang dapat dilakukan
melalui kegiatan kunjungan kelas untuk
6
mengamati proses pembelajaran secara langsung,
terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan, dan
keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran ( E. Mulyasa, 2004).
Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus keunggulan
guru dalam melaksanakan pembelajaran, -tingkat penguasaan guru yang
bersangkutan-, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut
tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus
mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones
dkk. sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002) mengemukakan
bahwa,”menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar
dalam tujuan, isi, metode, dan evaluasi pengajarannya, sedah sewajarnya kalau
para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari
ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai
tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan
saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya
dengan baik.
5. Kepala Sekolah sebagai Leader (pemimpin)
Gaya
kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh suburkan
kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru ?
Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu;
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi
pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah
dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel,
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kendati demikian menarik untuk
dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi Wiyono (2000)
terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap bahwa
ethos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya
kepemimpinan yang berorientasi kepada manusia.
Kepemimpinan
seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah
sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai
7
berikut: (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung
jawab, (4) berani mengambil resiko dan keputusan, (5) berjiwa besar, (6) emosi
yang stabil, dan (7) teladan ( E. Mulyana, 2003).
6. Kepala Sekolah sebagai Inovator ( pencipta
iklim kerja )
Budaya
dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi
untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk
meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan
iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para guru akan bekerja lebih giat apabila
kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan kegiatan perlu
disusun dengan jelas dan diinformasikan
kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga
dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para guru harus selalu
diberitahu tentang sesuatu dari setiap pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih
baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, (5)
usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh
kepuasan ( E. Mulyana : 2003).
7. Kepala Sekolah sebagai Motivator.
Proses
belajar mengajar merupakan kegiatan utama para pendidik. Guru diberikan
kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan
pengajaran yang palin efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran,
karakteristik siswa dan kondisi nyata di sekolah. seorang kepala sekolah harus
bisa memberi motivasi kepada para guru agar dapat menemukan strategi, metode,
dan teknik pembelajaran yang sesuai.
II. Manajemen Pendidikan.
A. Pengertian Manajemen Pendidikan
Dalam konteks pendidikan , memang masih ditemukan kontroversi dan
8
inkonsistensi dalam penggunaan istilah manajemen
Di satu fihak ada yang tetap cenderung menggunakan istilah manajemen sehingga
dikenal dengan istilah manajemen pendidikan .
Di lain pihak , tidak sedikit pula yang menggunakan istilah administrasi
sehingga dikenal istilah administrasi pendidikan . Dalam studi ini, penulis
cenderung untuk mengidentikan keduanya , sehingga kedua istilah ini dapat
digunakan dengan makna yang sama . Selanjutnya di bawah ini akan disampaikan
beberapa pengertian umum tentang manajemen yang disampaikan oleh beberapa ahli
.
Dari Kahtryn M. Bartol dan David C. Martin yang dikutip oleh A. M. Kadarman
SJ dan Yusuf Udaya [ 1995 ] memberikan rumusan bahwa ; Manajemen adalah proses
mencapai tujuan - tujuan organisasi dengan
melakukan kegiatan dari empat fungsi utama yaitu merencanakan [ planning ],
mengorganisasi [ organizing ], memimpin [ leading ], dan mengendalikan [
controlling ]. Dengan demikian manajemen
adalah sebuah kegiatan yang berkesinambungan.
Sedangkan dari Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko [ 1995 ]
mengemukakan bahwa ; manajemen adalah proses perencanaan , pengorganisasian , pengarahan
dan pengawasan usaha – usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. .
Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori [ 1980 ]
memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah
administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerjasama
dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai
untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien .”
Sementara itu , Hadari Nawawi [ 1992 ] mengemukakan bahwa ; administrasi
pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian
usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara
sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga
pendidikan formal . Meski ditemukan pengertian manajemen atau administrasi yang
beragam , baik yang bersifat umum maupun
khusus tentang pendidikan, namun secara esensial dapat ditarik benang merah
tentang pengertian manajemen pendidikan bahwa ;
[1] manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan.
[2] manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai
sumber daya, dan
9
[3] manajemen pendidikan berupaya untnk mencapai
tujuan tertentu .
B. Fungsi Manajemen.
Dikemukakan di atas bahwa manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan.
Kegiatan dimaksud tak lain adalah tindakan yang mengacu kepada fungsi
manajemen. Berkenaan dengan fungsi manajemen ini, H. Siagian [1977]
mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut ;
Menurut G. R. Tery terdapat empat fungsi manajemen, yaitu ;(1) planning
[perencanaan], (2) organizing
[pengorganisasian], (3) actuating [pelaksanaan], dan
(4) controlling [pengawasan ].
Sedangkan menurut Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen yaitu ;
(1)
planning [perencanaan],(2) organizing
[pengorganisasian]
(3) commanding[pengaturan]. (4) coordinating [pengkoordinasian].(5)controlling
[pengawasan\.
Sementara itu, Harold Koontz dan
Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi
manajemen mencakup ;
(1) planning [perencanaan], (2) organizing
[pengorganisasian], (3) staffing [penentuan staf],(4) directing [pengarahan], dan (5) controlling
[pengawasan].
Selanjutnya, L. Gullick.
mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu ;
(1) planning
[perencanaan], (2) organizing [pengorganisasian], (3) staffing [penentuan
staf], (4) directing pengarahan], (5) coordimating [pengkoordinasian],(6)reporting
[pelaporan], (7) budgeting [penganggaran].
Untuk memahami lebih jauh tentang
fungsi manajemen pendidikan di bawah akan dipaparkan fungdi manajemen
pendidikan dalam perspektif persekolahan , dengan merujuk kepada pemikiran G.R.
Tery , meliputi ;
1 perencanaan [planning].
2 pengorganisasian [organizing]
3 pelaksanaan [actuating].
4 pengawasan [controlling].
10
1. Perencanaan ( Planning )
Perencanaan tidak lain merupakan
kegiatan untuk menetapkn tujuan yang
akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana
disampaikan oleh Louise E.Boone dan David L.Kurtz (1984) bahwa ; Planning may
be detined as the proses by wich manager set objective, asses the future, and
develop course of action designed to accomplish these objective.
Sedangkan T.Hani Handoko(1995)
mengemukakan bahwa ; Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan
tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program,
prosedur, metode, system, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini. “ Arti penting
perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga
setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefesien dan seefektif
munking.
T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan
:
- membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan;
- membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama;
- memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran;
- membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat;
- memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi;
- memudahkan dalam melakukan koordinasi di anatara berbagai bagian orgaisasi;
- membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami;
- meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan
- menghemat waktu, usaha dan dana.
Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah
pokok dalam perencanaan, yaitu:
- Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1)
menggunakan kata-kata yang sederhana,
2)
mempunyai sifat yang fleksibel
11
3)
mempunyai sifat stabilitas,
4)
ada dalam perimbangan sumberdaya, dan
5)
meliputi semua tindakan yang diperlukan
- Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsure sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.
- Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.
Hal senada dikemukakan oleh T.Hani Handoko (1955) bahwa terdapat empat tahap
dalam perencanaan, yaitu :
- menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan;
- merumuskan keadaan saat ini;
- mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan;
- mengembangkan rencana atu serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan;
Pada bagian lain Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996)
mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan-cakupan masalah serta jangkauan
yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam
tiga bentuk, yaitu :
- rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang
- rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang, dan
- rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.
2.
Pengorganisasian
( Organizing )
Fungsi manajemen berikutnya adalal pengorganisasian [organizing]
George R Tery [1986] mengemukakan bahwa
; pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan kelakuan yang efektif
antara orang orang, sehingga mereka dapat bekerja sama sacara efisien, dan
memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas –tugas tertentu, dalam
kondisi lingkungan tertentu guna
12
mencapai tujuan atau sasaran tertentu.
Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya
merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan
susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang
mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya, berkenaan dengan
pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam
organisasi,diantaranya adalah :
(a)
organisasi harus prefesional, yaitu dengan pembagian
satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan;
(b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan
pembagian kerja;
(c)
organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan
tanggung jawab;
(d)
organisasi harus mencerminkan rentangan control;
(e) organisasi harus mengandug kesatuan
perintah; dan
(f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernes Dale seperti dikutip
oleh T.Hani Handoko mengemukakan tigalangkah dalam proses pengorganisasian,
yaitu :
(a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus
dilaksanaan untuk mencapai tujuan organisasi;
(b) pembagian beban pekerjaan total menjadi
kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan
(c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme
untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu
dan harmonis.
3. Pelaksanaan ( Actuating )
Dari seluruh rangkaian proses
manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling
utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungn
dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru
lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang
dalam organisasi.
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating
13
merupakan usaha
menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa sehingga mereka
berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran
anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin
mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan
upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai
pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakn kegiatan
secara optimal sesuai dengan peran , tugas dan tanggung jawabnya.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanaan (actuating) ini
adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika:
(1) merasa yakin akan mampu mengerjakan,
(2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan
manfaat bagi dirinya,
(3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi
atau tugas lain yang lebih penting atau mendesak
(4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi
yang bersangkutan dan
(5) hubungan antar teman dalam organisasi
tersebut harmonis.
4. Pengawasan ( Controlling )
pengawasan
(controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam
suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai
fungsi pengawasan.
Robert
J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan
devinisi pengawasan yang didalamnya memuat unsure esensial proses pengawasan,
bahwa; “Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan
standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang system
informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta
mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber
daya dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisian dalam mencapai
tujuan.” Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha
untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana
14
dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila
terjadi penyimpangan, di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula
tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Fungsi-fungsi
manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan kait-mengait satu dengan
lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen
sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.
Dalam
perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai
secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan
yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu system yang di
dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola
secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik,
boleh jadi hanya akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada
gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Dengan
demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang
jelas dan realistis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan
pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas
kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.
C. Manajemen di Bidang Kegiatan Pendidikan
Berbicara
tentang kegiatan pendidikan, di bawah ini beberapa pandangan dari para ahli
tentang bidang-bidang kegiatan yang menjadi wilayah garapan manajemen
pendidikan.
Ngalim
Purwanto (1986) mengelompokkannya ke dalam tiga bidang garapan yaitu:
1. Administrasi material,
yaitu kegiatan yang menyangkut bidang-bidang materi/benda-benda seperti;
ketatausahaan sekolah, administrasi keuangan, gedung dan alat-alat perlengkapan
sekolah, dan lain-lain.
2. Administrasi
personal, mencakup di dalamnya administrasi personal guru dan pegawai sekolah,
juga administrasi murid. Dalam hal ini masalah kepemimpinan dan supervise atau
kepengawasan memegang peranan yang sangat penting.
15
3. Administrasi
kurikulum, seperti tugas mengajar guru-guru, penyusunan silabus, program
tahunan, program semester, persiapan harian dan mingguan, dan lain-lain.
Hal serupa
dikemukakan pula oleh M. Rifa’I (1980) bahwa bidang-bidang administrasi
pendidikan terdiri dari :
1. Bidang
kependidikan atau bidang edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan cara
mengajar, evaluasi dan sebagainya.
2. Bidang personil,
yang mencakup unsur-unsur manusia yang belajar, yang mengajar, dan personil
lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar mangajar.
3. Bidang alat dan
keuangan, sebagai alat-alat pembantu untuk melancarkan situasi belajar mengajar
dan untuk mencapai tujuan pendidikan sebaik-baiknya.
Direktorat Pendidikan
Menengah Umum Depdiknas (1999) telah menerbitkan buku Panduan Manajemen
Sekolah, yang di dalamnya mengetengahkan bidang-bidang kegiatan manajemen
pendidikan, meliputi:
1. Manajemen kurikulum.
2. Manajemen personalia
3. Manajemen kesiswaan.
4. Manajemen
keuangan
5. Manajemen
perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah.
Berikut ini akan
diuraikan secara ringkas tentang bidang-bidang kegiatan pendidikan di sekolah,
yang mencakup :
1. Manajemen Kurikulum
Manajemen
kurikulum merupakan subtansi manajemen yang utama di sekolah. Prinsip dasar
manajemen kurikulum ini adalah berusaha agar proses pembelajaran dapat berjalan
dengan baik, dengan tolok ukur pencapaian tujuan oleh siswa dan mendorong guru
untuk menyusun dan terus-menerus menyempurnakan strategi pembelajarannya. Tahapan
manajemen kurikulu di sekolah dilakukan melalui empat tahap :(a). perencanaan;(b).
pengorganisasian dan koordinasi;(c). pelaksanaan; dan (d). pengendalian
16
Dalam
konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Tita Lestari (2006)
mengemukakan tentang siklus manajemen kurikulum:
a. Siklus manajemen kurikulum
tahap perencanaan meliputi langkah-langkah sebagai berikut ; (1) analisis
kebutuhan, (2) merumuskan dan menjawab pertanyaan filosofis, (3) menentukan
desain kurikulum, dan (4) membuat rencana induk (master plan): pengembangan,
pelaksanaan, dan penilaian.
b. Siklus tahap pengembangan,
meliputi langkah-langkah sebagai berikut; (1) perumusan rasional atau dasar
pemikiran, (2) perumusan visi, misi, dan tujuan, (3) penentuan struktur dan isi
program, (4) pemilihan dan pengorganisasian materi, (5) pengorganisasian
kegiatan pembelajaran, (6) pemilihan sumber, alat, dan sarana belajar, dan (7)
penentuan cara mengukur hasil belajar.
c.Siklus tahap implementasi atau
pelaksanaan, meliputi langkah-langkah sebagai berikut; (1) penyusunan rencana
dan program pembelajaran ( silabus, RPP), (2) penjabaran materi (kedalaman dan
keluasan), (3) penentuan strategi dan metode pembelajaran, (4) penyediaan
sumber, alat, dan sarana pembelajaran, (5) penentuan cara dan alat penilaian
proses dan hasil belajar, dan (6) setting lingkungan pembelajaran.
d. Siklus tahap penilaian, tahap
penilaian terutama dilakukan untuk melihat sejauhmana kekuatan dan kelemahan
dari kurikulum yang dikembangkan, baik bentuk penilaian formatif maupun
sumatif.
Penilaian kurikulum dapat mencakup;
konteks, input, proses, dan produk :
a. Penilaian konteks; memfokuskan pada pendekatan
system dan tujuan, kondisi actual, masalah-masalah dan peluang.
b. Penilaian input; memfokuskan pada kemampuan
system, strategi pencapaian tujuan, dan implementasi desain.
c. Penilaian proses memiliki focus yaitu pada
penyediaan informasi untuk pembuatan keputusan dalam melaksanakan program.
d. Penilaian produk berfokus
pada mengukur pencapaian proses dan pada akhir program.
17
2. Manajemen Kesiswaan
Dalam
manajemen kesiswaa terdapat empat prinsip dasar, yaitu :
a. Siswa harus diperlakukan
sebagai subjek dan bukan objek, sehingga harus didorong untuk berperan serta
dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan
mereka.
b. Kondisi siswa sangat beragam,
ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, social ekonomi, minat dan
seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana kegiatan yang beragam, sehingga
setiap siswa memiliki wahana untuk berkembang secara optimal.
c. siswa hanya termotivasi
belajar, jika mereka menyenangi apa yang diajarkan.
d. pengembangan potensi siswa
tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif, dan
psikomotor.
3. Manajemen Personalia
Terdapat
empat prinsip dasar manajemen personalia yaitu :
a. Dalam mengembangkan sekolah,
sumber daya manusia adalah komponen paling berharga.
b. Sumber daya manusia akan berperan secara
optimal jika dikelola dengan baik, sehingga mendukung tujuan institusional.
c. Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta
perilaku manajerial sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
pengembangan sekolah.
d. Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya
mengupayakan agar setiap warga dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk
mencapai tujuan sekolah.
Di
samping factor ketersediaan sumber daya manusia, hal yang amat penting dalam
manajemen personalia adalah berkenaan penguasaan kompetensi dari para personil
di sekolah. Oleh karena itu, upaya pengembangan kompetensi dari setiap personil
sekolah menjadi mutlak diperlukan.
4. Manajemen Keuangan
Manajemen
keuangan di sekolah terutama berkenaan dengan kiat sekolah
18
dalam menggali dana, kiat sekolah dalam mengelola
dana, pengelolaan keuangan dikaitkan dengan program tahunan sekolah, cara
mengadministrasikan dana sekolah, dan cara melakukan pengawasan, pengendalian
serta pemeriksaan.
Inti
dari manajemen keuangan adalah pencapaian efisiensi dan evektivitas. Oleh
karena itu, di samping mengupayakan ketersediaan dana yang memadai untuk
kebutuhan pembangunan maupun kegiatan rutin operasional di sekolah, juga perlu
diperhatikan factor akuntabilitas dan transparansi setiap penggunaan keuangan
baik yang bersumber dari pemerintah, masyarakat dan sumber-sumber lainnya.
5. Manajemen Perawatan Preventif
Sarana dan Prasarana sekolah
Manajemen
perawatan preventif sarana dan prasarana sekolah merupakan tindakan yang
dilakukan secara periodic dan terencana untuk merawat fasilitas fisik, seperti
gedung, mebeler, dan peralatan sekolah lainnya, dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja, memperpanjang usia pakai, menurunkan biaya perbaikan dan
menetapkan biaya efektif perawatan sarana dan prasarana sekolah.
Dalam
manajemen ini perlu dibuat program perawatan preventif di sekolah dengan cara
membentuk tim pelaksana, membuat daftar sarana dan prasarana, menyiapkan jadwal
kegiatan perawatan, menyiapkan lembar evaluasi untuk menilai hasil kerja
perawatan pada masing-masing bagian dan memberikan penghargaan bagi mereka yang
berhasil meningkatkan kinerja peralatan sekolah dalam rangka peningkatan
kesadaran merawat sarana dan prasarana sekolah. Sedangkan untuk pelaksanaannya
dilakukan; pengarahan kepada tim pelaksana, mengupayakan pemantauan bulanan ke
lokasi tempat sarana dan prasarana, menyebarluaskan informasi tentang program
perawatan preventif untuk seluruh warga sekolah, dan membuat program lomba
perawatan terhadap sarana dan fasilitas sekolah untuk memotivasi warga sekolah.
III. Ciri-ciri Sekolah Unggul
Secara
umum, mutu ádalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam
konteks pendidikan, pengertian mutu
19
mencakup input, proses, dan
output pendidikan.
Manajemen
pendidikan memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang
menerapkannya. Dengan kata lain, jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan
manajemen pendidikan, maka sejumlah karakteristik manajemen pendidikan perlu
dimiliki. Berbicara
karakteristik manajemen pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik
sekolah efektif. Jika manajemen pendidikan merupakan wadah atau kerangkanya,
maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu, karakteristik manajemen
pendidikan memuat secara inklusif elemen-elemen sekolah efektif, yang
dikatagorikan menjadi input, proses, dan output.
1. Input Pendidikan
Input
pendidikan mancakup hal-hal sebagai berikut :
a. Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu
yang jelas.
Secara
formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan
dan sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan dan sasaran
mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan, tujuan dan sasaran
mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah. Sehingga tertanam
pemikiran, tindakan ,kebiasaan, hingga sampai kepada kepemilikan karakter mutu
oleh warga sekolah.
b. Sumber daya tersedia dan
siap.
Sumber
daya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya proses
pendidikan di sekolah. Tanpa sumber daya yang memadai, proses pendidikan di
sekolah tidak akan berlangsung secara memadai, dan pada gilirannya sasaran
sekolah tidak akan tercapai. Sumber daya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu sumber
daya manusia dan sumber daya selebihnya ( uang, peralatan, perlengkapan, bahan,
dan lain-lain).
c. Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi.
Staf
merupakan jiwa sekolah. Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi terhadap
sekolahnya, implikasinya jelas. Maka kepemilikan staf yang kompeten dan
berdedikasi tinggi merupakan keharusan.
d. Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
Kepala
sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk
20
meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru
memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai
tingkat prestasi yang maksimal. Peserta didik juga memiliki motivasi untuk selalu
meningkatkan diri untuk berprestasi.
e. Fokus pada pelanggan (khususnya siswa )
Siswa
harus merupakan fokus dari semua kegiatan sekolah. Artinya, semua input dan
proses yang dikerahkan di sekolah tertuju utamanya untuk meningkatkan mutu dan
kepuasan peserta didik.
f. memiliki input manajemen
Kepala
sekolah dalam mengatur dan mengurus sekolahnya menggunakan sejumlah input
manajemen. Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala
sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif. Input manajemen yaitu; tugas yang
jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung pelaksanaan
rencana, ketentuan-ketentuan yang jelas dan lain-lain.
2. Proses Pendidikan.
Sekolah
yang unggul pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai
berikut:
a. Proses belajar mengajar yang efektivitasnya
tinggi.
Proses
belajar mengajar ini ditunjukkan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan
sekedar memorisasi, penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang
diajarkan, akan tetapi lebih menekan pada internalisasi tentang apa yang
diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani dan dihayati
serta dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik.
b. Kepemimpinan sekolah yang kuat.
Kepala
sekolah memiliki peran yang sangat kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan,
dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan
kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk
dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya melalui
program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena
itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan kepemimpinan yang tangguh agar
mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk meningkatkan mutu sekolah.
21
c. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
Sekolah
yang unggul selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman, tertib melalui
pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim sekolah. Dalam hal ini,
peranan kepala sekolah sangat penting.
d. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.
Tenaga
kependidikan, terutama guru merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanya
merupakan wadah. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari
analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan
kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang
kepala sekolah.
e. Sekolah memiliki budaya mutu.
Budaya
mutu tertanam di hati sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku
selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen
sebagai berikut; (1) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan
untuk mengontrol orang, (2) kewenangan harus sebatas tanggung jawab, (3) hasil
harus diikuti penghargaan, (4) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus
merupakan basis untuk kerjasama,(5) warga sekolah merasa aman terhadap
pekerjaannya, (6) atmosfir keadilan harus ditanamkan, (7) imbal jasa harus
sepadan dengan pekerjaanya, dan (8) warga sekolah harus merasa memiliki
sekolah.
f. Sekolah memiliki ”teamwork”
yang kompak, cerdas, dan dinamis.
Kebersamaan
“teamwork” merupakan karakteristik yang dituntut oleh manajemen pendidikan.
karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil
individual. Oleh karena itu, budaza verja sama antar fungís dalam sekolah,
antar individu dalam sekolah harus merupakan kebiasaan hidup seharí-hari warga
sekolah.
g. Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)
Sekolah
memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga
dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu
menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki
sumberdaya yang cukup untuk menjalankan tugasnya, terutama kepala sekolah.
h. Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan
masyarakat.
Partisipasi
warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya.
22
Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin
tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki, makin besar rasa
memiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, makin besar rasa tanggung
jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.
i. Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi
manajemen)
Keterbukaan
ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan, penggunaan uang dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak
terkait sebagai alat konyrol.
j.Sekolah memiliki kemauan untuk berubah
Tentu
saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun
psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik
dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
k. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan.
Evaluasi
belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya
serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana
memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan
menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah.
l. Sekolah
responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan.
Sekolah selalu membaca lingkungan
dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah tidak hanya mampu
menyesuaikan terhadap perubahan akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal
yang mungkin bakal terjadi. Menjemput
bola adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
m. Komunikasi yang baik.
sekolah
memiliki komunikasi yang baik terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah
dengan masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing
oleh warga sekolah dapat diketahui.
n. Sekolah memiliki akuntabilitas.
Akuntabilitas
adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap
keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk
laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orang tua
siswa, dan masyarakat.
3. Output Pendidikan yang Diharapkan.
23
Sekolah
harus memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah
yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada
umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output berupa
prestasi akademik dan output prestasi nonakademik. Output prestasi akademik,
misalnya, NEM, lomba karya ilmiah remaja, lomba (bahasa Inggris, matematika,
IPA) dan lain-lain. Sedangkan output nonakademik, misalnya keingintahuan yang
tinggi, harga diri, kejujuran, kerja sama yang baik, rasa kasih sayang yang
tinggi sesama, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajinan,
prestasi olahraga, kesenian, dan kepramukaan.
24
BAB III
PENUTUP
I. Simpulan
Pada
masa-masa yang akan datang, kabupaten
Gresik melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik mengupayakan dengan
sungguh-sungguh mewujudkan masyarakat Gresik yang agamis, demokratis, cerdas,
terampil, berbudaya, dan berdaya saing. Hal ini akan diwujudkan oleh
lembaga-lembaga pendidikan yang dipimpin oleh kepala sekolah yang profesional,
yaitu ; kepala sekolah yang mengerti akan peranannya sebagai kepalah sekolah,
memahami manajemen pendidikan, dan bisa mencetak sekolah yang unggul.
Peranan
kepala sekolah di antaranya, yaitu sebagai ; edukator, manajer, administrator, supervisor,
leader, inovator, dan motivator. Peranan ini harus dilaksanakan sesuai dengan
tempatnyaoleh kepala sekolah. Di samping itu, kepala sekolah harus mengerti
manajemen pendidikan yang meliputi; manajemen kurikulum, manajemen kesiswaan,
manajemen personalia, manajemen keuangan, dan manajemen perawatan preventif
sarana dan prasarana sekolah.
Bila
peranan dan manajemen pendidikan di atas bisa dilaksanakan oleh kepala sekolah,
maka akan menghasilkan sekolah-sekolah yang unggul yang diharapkan oleh masyarakat
Gresik dan sekitarnya. Adapun ciri-ciri sekolah unggul adalah;
(1) kesiapan input pendidikan yang berupa
sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi
berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia ( kepala
sekolah, guru, siswa, karyawan ) dan sumberdaya selebihnya ( peralatan,
perlengkapan, uang, bahan, dan lain-lain ). Input perangkat lunak meliputi
struktur organisasi sekolah peraturan perundangan, rencana, dan lainnya. Input harapan-harapan berupa visi, misi,
tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah.
(2) Proses pendidikan dapat berjalan dengan
baik. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian
serta pemanduan input sekolah 9 guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan )
dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan mampu
memberdayakan peserta didik.
25
(3) Output sekolah berkualitas. Output sekolah
dikatakan berkualitas tinggi jika prestasi sekolah khususnya prestasi siswa
menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam: (a) prestasi akademik, berupa nilai
ulangan umum, NEM, karya ilmiah, lomba-lomba akademik, dan (b) prestasi
nonakademik seperti; imtaq, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian,
keterampilan, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
Mutu sekolah dipengaruhi oleh
banyak tahapan kegiatan yang saling
berhubungan seperti perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan: Dalam
Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setya.
-------------- . 2003. Menjadi Komunitas
Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah. Surabaya: BPG
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Kepala Sekolah
TK, SD, SMP, SMA & SLB. Jakarta: BP. Cipta Karya.
------------------ . 2006. Peraturan Pemerintah
No. 14 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Wiyono, Bambang Budi. 2000. Gaya Kepemimpinan
Kepala Sekolah dan Semangat Kerja Guru dalam Melaksanakan Tugas Jabatan.
27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar