SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Bahasa
merupakan suatu alat komunikasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain
agar bisa mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Seperti yang
dikatakan oleh Gorys Keraf dan Abdul Chaer : Bahasa adalah suatu sistem lambang
berupa bunyi, bersifat abitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk
bekerjasama, berkomunikasi dan untuk mengidentifikasikan diri (1998:1)
Pentingnya
bahasa sebagai identitas manusia, tidak bisa dilepaskan dari adanya pengakuan
manusia terhadap pemakaian bahasa dalam kehidupan bermayarakat sehari-hari.
Untuk menjalankan tugas kemanusiaan, manusia hanya punya satu alat, yakni
bahasa. Dengan bahasa, manusia dapat mengungkapkan apa yang ada di benak
mereka. Sesuatu yang sudah dirasakan sama dan serupa dengannya, belum tentu
terasa serupa, karena belum terungkap dan diungkapkan. Hanya dengan bahasa,
manusia dapat membuat sesuatu terasa nyata dan terungkap. Sering manusia lupa
akan misteri dan kekuatan bahasa. Mereka lebih percaya pada pengetahuan dan
pengalamannya. Padahal semua itu masih mentah dan belum nyata, bila tidak
dinyatakan dengan bahasa.
Era
globalisasi dewasa ini mendorong perkembangan bahasa secara pesat, terutama
bahasa yang datang dari luar atau bahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan
bahasa internasional yang digunakan sebagai pengantar dalam berkomunikasi antar
bangsa. Dengan ditetapkannya Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional
(Lingua Franca), maka orang akan cenderung memilih untuk menguasai Bahasa
Inggris agar mereka tidak kalah dalam persaingan di kancah internasional
sehingga tidak buta akan informasi dunia. Pada saat ini, bahasa yang harus kita
kuasai adalah bahasa Inggris, karena bahasa Inggris merupakan bahasa internasional
yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam komunikasi antar negara.
Tak
dipungkiri memang pentingnya mempelajari bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih
baik bila kita tetap menjaga, melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia.
Karena seperti yang kita ketahui, bahsa adalah merupakan idenditas suatu
bangsa. Untuk memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui
bagaimana perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa
pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang ada di
Indonesia, yang termasuk kita didalamnya. Maka dari itu melalui makalah ini
penulis ingin menyampaikan sejarah tentang perkembangan bahasa, khusunya bahasa
Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini antara lain yaitu : Mengetahui sejarah perkembangan
bahasa Indonesia, karena sebagai warga negara Indonesia kita harus tau asal
dari bahasa yang kita pakai setiap hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Pra Kemerdekaan
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Penerimaan
tersebut tidak terjadi begitu saja, ada beberapa tahapan proses dalam
penerimaan itu yang membutuhkan waktu lama. Tahapannya meliputi :
a). Masa Pra-1928
Bila dilihat dari sudut pandang sejarah, Bahasa Melayu
merupakan bahasa perhubungan atau komunikasi sejak abad VII yaitu masa awal
bangkitnya kerajaan Sriwijaya. Pada masanya kerajaan Sriwijaya menjadi pusat
kebudayaan, perdagangan, tempat orang belajar filsafat, dan pusat keagamaan
(Budha) dengan menggunakan bahasa perhubungan yaitu Bahasa Melayu.
Berdasarkan catatan sejarah, Bahasa Melayu tidak saja
berfungsi sebagai bahasa perhubungan. Namun, juga digunakan sebagai bahasa
pengantar, bahasa resmi, bahasa agama, dan bahasa dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan. Sebagai bahasa pengantar dan alat untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan, Bahasa Melayu juga digunakan sebagai bahasa penerjemah buku-buku
keagamaan misalnya buku keagamaan yang diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh I
Tsing.
Bukti lain adalah dengan ditemukannya berbagai prasasti yang
menggunakan Bahasa Melayu. Prasasti-prasasti tersebut antara lain :
a.
Prasasti Kedukan Bukit di Palembang,
tahun 683 M.
b.
Prasasti Talang Tuo di Palembang,
tahun 684 M.
c.
Prasasti Kota Kapur di Bangka Barat,
tahun 686 M.
d.
Prasasti Karang Brahi antara jambi
dan Sungai Musi, tahun 688 M
e.
Inskripsi Gandasuli di Kedu, Jawa
Tengah, tahun 832 M.
f.
Prasasti Bogor, di Bogor, tahun 942
M.
Masuknya agama Islam ke kepulauan nusantara,membuat
kedudukan bahasa Melayu semakin Penting. Para pembawa ajaran Islam memanfaatkan
bahasa Melayu sebagai sarana komunikasi. Di samping itu, pembawa ajaran Islam
ikut memperkaya Khasanah kosa kata dalam bahasa Melayu.
Abad XVIII, bangsa-bangsa Barat (Belanda) memasuki kepulaua Nusantara.
Dalam mendirikan lembaga pendidikan, pemerintah Belanda mengalami kegagalan
sehingga menyebabkan dikeluarkannya SK No. 104/1631 yang antara lain berisi
“..Pengajaran di sekolah-sekolah Bumi Putera diberikan dalam bahasa Melayu”.
Ejaan resmi bahasa Melayu dan diterbitkan dalam Kitab Logat Melajoe. Buku ini
disusun oleh Charles Andrianus Van Ophuysen dengan dibantu oleh Soetan Makmoer
dan Mohammad Taib Soetan Ibrahim. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu :
1.
Huruf “ j “ untuk menuliskan
kata-kata seperti jang, pajah, sajang, dan sebagainya.
2.
Huruf “ oe “ untuk menuliskan
kata-kata seperti goeroe, itoe, oemoer, dan sebagainya
3.
Tanda diakritik, seperti koma ain
dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata seperti ma’moer, ‘akal.ta’, pa’, dinamai’,
dan sebagainya.
Perkembangan bahasa Melayu berikutnya, tampak pada masa
kebangkitan pergerakan bangsa Indonesia yang dimulai sejak berdirinya Boedi
Oetomo (1908) yang telah menggunakan bahasa Melayu sebagai alat bertukarnya
informasi dan komunikasi antara penggerak. Hal ini dianggap penting dan perlu,
karena dengan itu akan mudah dalam mencapai persatuan dan kesatuan dalam rangka
nasional.
Pada tahun 1908 Pemerintah Belanda mendirikan sebuah badan
penerbitan buku-buku bacaan yang diberii nama Commissie voor de Volkslectuur
(Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai
Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah
Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang
banyak membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Dalam Kongres II jong Sumatera, diputuskan pemakaian bahasa
Melayu sebagai bahasa pemersatu antar Jong. Tindak lanjut dari keputusan
tersebut adalah dengan menerbitkan surat kabar Neratja, Bianglala dan kaoem
Moeda.
Sebagai puncak keberadaan bahasa Melayu seperti yang
diuraikan diatas, maka pada tanggal 28 Oktober 1928 diselenggarakan Kongres
Pemuda di Jakarta oleh berbagai Jong. Salah satu hasil gemilang dari Kongres
Pemuda yaitu dengan dicetuskannya ikrar Sumpa pemuda. Sumpah Pemuda itu
berisikan :
1.
Kami putera dan puteri Indonesia,
mengaku berbagsa yang satu bangsa Indonesia ;
2.
Kami putera dan puteri Indonesia,
mengaku bertanah air yang satu tanah air Indonesia ;
3.
Kami putera dan puteri Indonesia,
menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
b). Masa Pasca-1928
Cetusan ikrar Sumpah Pemuda menunjukkan bahwa bahasa Melayu
sudah berubah menjadi bahasa Indonesia.
Perkembangan berikutnya dapat dilihat dengan berdirinya
Angkatan Pujangga Baru tahun 1933. Para pelopornya antara lain: Sultan Takdir
Alisjahbana, Armijn Pane, dan Amir Hamzah. Angkatan ini tampil dengan tema : “
Pembinaan bahasa dan kesusastraan Indonesia.”
Pada masa itu terjadinya krisis terhadap keberadaan bahasa
Indonesia. Kaum penjajah (Belanda), berusaha mengganggu keberadaan bahasa
Indonesia. Sehingga sejumlah pakar bahasa Indonesia sepakat untuk mengadakan
Kongres I Bahasa Indonesia yang dilaksanakan di Surakarta (Solo) pada tanggal
25-28 Juni 1983.
Sejumlah pakar yang ikut diambil bagian dalam Kongres
tersebut antara lain : K. St Pamoentjak ; Ki Hadjar Dewantoro ; Sanoesi Pane ;
Sultan Tkdir Alisjahbana ; Dr. Poerbatjaraka ; Adinegoro ; Soekrdjo
Wirjopranoto ; R.P. Soeroso; Mr. Moh. Yamin ; dan Mr. Amir Sjarifudin, kongres
ini membahas bidang-bidang peristilahan, ejaan, tata bahasa, dan bahasa
persurat kabaran. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah di lakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Kongres ini berarti pula sebagai
pencetus kesadaran akan perlunya pembinaan yang lebih mantap terhadap bahasa
Indonesia.
Pada masa Jepang berkuasa di Indonesia (1 Mei 1942),
pemakaian bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa perhubungan antara
penduduk, disamping bahasa jepang dan pelarangan tegas dalam penggunaan bahasa
Belanda. Keputusan itu sangat mengembirakan bagi pemekaran bahasa indonesia
dalam rangka bangkitnya. Hal ini terlihat dari munculnya sebuah Angkatan
Kesusastraan yang dipelopori Chairul Anwar, Idris, Asrul Sani. Angkatan ini
dikenal sebagai Angkatan 45.
Pada tanggal 20 Oktober 1942, dibentuk Komisi Bahasa
Indonesia oleh jepang. Tugas komisi ini adalah menyususn istilah dan tata
bahasa Normatif serta kosa kata umum bahasa Indonesia. Pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia secara tidak langsung semakin mantap dan
memperoleh tempat di hati penduduk.
2.2
Perkembangan Bahasa Indonesia pada zaman Kemerdekaan
Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 telah ditetapkan
Undang-undang Dasar 1945. Dalam Pasal 36 Bab XV UUD ’45 berbunyi : “Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia”. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan
penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan Van
Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
Ciri-ciri
ejaan ini yaitu :
a.
Huruf “ oe “ diganti dengan “ u “
seperti pada kata Guru, Itu, Umur, dan sebagainya.
b.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak
ditulis dengan K pada kata-kata Tak, Pak, Rakjat, dan sebagainya.
c.
Kata ulang boleh ditulis dengan
angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d.
Awal di-an kata depan di
kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Peristiwa-peristiwa penting lainnya yang berkaitan dengan
perkembangan bahasa Indonesia pada zaman kemerdekaan sampai sebelum masa
reformasi antara lain :
1.
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan
pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 salah satu perwujudan tekad bangsa
Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat
sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
2.
Pada tanggal 16 Agustus 1972
Presiden Republik Indonesia H.M. Soeharto, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun 1972.
3.
Pada tanggal 31 Agustus 1972 Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku diseluruh
wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
4.
Kongres Bahasa Indonesia III yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober- 2 November 1978 merupakan
peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam
rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga
berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
5.
Kongres bahasa Indonesia IV yang
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21-26 November 1983. Kongres ini
diselengarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke- 55. Dalam
keputusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai
maksimal mungkin.
6.
Kongres bahasa Indonesia V di
Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira
tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi Negara
Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam,
Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres ini ditanda
tangani dengan dipersembahkan karya besar pusat pembinaan dan pengembangan
bahasa kepada pecinta bahasa Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan
Tata Bahasa baku Bahasa Indonesia.
7.
Kongres bahasa Indonesia VI di
Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1993. Peserta sebanyak 770 pakar
bahasa Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei
Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea
Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia,
serta mengusulkan disusunya Undang-undang Bahasa Indonesia.
Pada
tahun 1953, Kamus Bahasa Indonesia muncul untuk pertama kalinya yang disusun
oleh Poerwodarminta. Di kamus tersebut tercatat jumlah lema(kata) dalam bahasa
Indonesia mencapai 23.000 kata.
Pada
tahun 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat
penambahan 1.000 kata baru. Pada tahun 1980-an ketika terjadi peledakan ekonomi
secara luar biasa, saat produk asing berupa properti masuk ke perkantoran dan
pusat pembelanjaan, banyak istilah asing masuk ke Indonesia. Istilah asing
banyak digunakan dan sehingga membuat pemerintah menjadi khawatir. Pada tahun
1995 terjadi perencanaan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Nama-nama
gedung, perumahan, dan pusat perbelanjaan yang menggunakan bahasa asing,
diganti dengan menggunakan bahasa Indonesia.
2.3
Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Reformasi
Perkembangan Bahasa Indonesia pada masa reformasi, diawali
dengan Kongres Bahasa Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia,
Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya
Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Keanggotaannya terdiri dari tokoh
masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b.
Tugasnya memberikan nasihat kepada
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status
kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Selain itu sampai tahun 2007, Pusat Bahasa berhasil menambah
kira-kira 250.000 kata baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata diberbagai
bidang ilmu. Sementara kata umumnya telah berjumlah 78.000 kata.
Namun, masa reformasi yang muncul sejak tahun 1998 justru
membawa perubahan buruk bagi bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa asing yang
semakin luas dan bahasa Indonesia sempat di pinggirkan. Pada zaman reformasi
salah satu pihak yang memiliki andil dalam perkembangan bahasa Indonesia adalah
media massa baik cetak maupun elektronik. Tokoh pers Djafar Assegaf menunding
sekarang ini kita tengah mengalami “krisis penggunaan bahasa Indonesia” yang
amat serius. Media massa sudah terjerumus kepada situasi tiada tanggungjawab “
terhadap pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa kini
cenderung menggunakan bahasa asing padahal dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia. Ini menunjukan penghormatan terhadap bahasa Indonesia sudah mulai
memudar. Hal ini disebabkan antara lain adanya perubahan zama, reformasi yang
tidak ada konsep yang utuh, sikap tidak percaya diri dari wartawan. Redaktur, pemimpin
redaksi dan pemilik perusahaan pers karena mereka cenderung memikirkan pangsa
pasarnya, persaingan usaha antarmedia dan selera pribadi. Ada dua kecenderungan
dalam pers saat ini dapat menimbulkan kekhawatiran akan perkembangan bahasa
Indonesia :
1.
Bertambahnya jumlah kata-kata
singkatan (akronim).
2.
Banyak penggunaan istilah-istilah
asing atau bahasa asing adalam surat kabar
Namun,
pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan
ungkapan baru seperti KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), kroni konspirasi,
proaktif, rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar dan sebaginya.
Istilah-istilah tersebut memang terdapat dikamus, tetapi tidak digunakan secara
umum atau hanya terbatas di kalangan tertentu saja.
Selain
itu, saat ini Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua
setelah bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Dikalangan pelajar dan remaja
sendiri lahir sebuah bahasa baru yang merupakan percampuran antara bahasa
asing, bahasa Indonesia, dan bahasa daerah. Bahasa tersebut biasa disebut
dengan bahasa gaul. Keterpurukan bahasa Indonesia tersebut terutama terjadi
pada generasi muda. Bahkan sudah ada beberapa kalangan yang beranggapan dan
meyakini bahwa kaum intelek adalah mereka yang menggunakan bahasa asing dalam
kehiduapan sehari-hari, baik yang total memakai bahasa asing maupun mencampur
dengan bahasa asing tersebut ke dalam bahasa Indonesia.
Dengan alasan globalisasi, percampuran bahasa Indonesia
dengan Bahasa aisng justru semakin luas. Kata-kata sperti “ new arrival “,
“sale”, “best buy”, “discount”, yang dapat dijumpai di toko dan pusat
peebelanjaan. Media pun ikut mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang
salah. Dan tidak sedikit media yang memberikan judul acara dengan kata-kata
dalam bahasa asing. Saat ini penggunaan bahasa Indonesia baik oleh masyarakat
umum, maupun pelajar mengalami maju-mundur. Perkembangan teknologi saat ini
membuat penyebaran bahasa Indonesia hingga ke pelosok daerah semakin mudah dan
berkembang pesat. Bahasa Indonesia semakin dikenal di masyarakat. jika pada
awalnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari multisuku, multietnis, multiras,
dan multiagama susah bergaul dengan sesama karena terdapat perbedaan bahasa,
kini dengan adanya bahasa pemersatu yaitu Bahasa Indonesia, semua elemen bangsa
dapat berkomunikasi. Ini merupakan salah satu bentuk kemajuan dalam bahasa
Indonesia. Selain mengalami kemajuan, Bahasa Indonesia juga memiliki
kemunduran. Akibat pengaruh globalisasi dan pengauh besar negara-negara besar
sperti Amerika Serikat, Bahasa Indonesia menjadi terpinggirkan. Bahkan dari
kalangan masyarakat dan pelajar di Indonesia sendiri. Banyak yang menganggap
sepel Bahasa Indonesia dan lebih mementingkan bahasa lain seperti bahasa
Inggris, bahasa Spanyol, bahasa Arab, Perancis, Jerman, Mandarin dan
sebagainya. Pelajar dan pemuda sekarang menggap bahasa Indonesia terlalu kaku,
tidak bebas dan terasa kurang akrab. Mereka lebih menyukai bahasa baru yang
dikenal dengan bahasa gaul yang merupakan campuran dari bahasa derah, bahasa asing,
dan bahasa Indonesia. Keadaan ini berbalik 180 derajat dari keadaan 78 tahun
yang lalu, disaat ini pelajar dan pemuda dengan semangat cinta tanah air
menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa lainnya
seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa derah. Alhasil, akibat pelajar menggap
sepel pelajaran bahasa Indonesia, banyak dari pelajar itu sendiri mendapatkan
nilai rendah dalam pelajaran bahasa Indonesia. Parahnya lagi, sebagian penyebab
banyaknya pelajar tidak lulus ujian karena menganggap sepele bahasa Indonesia.
Banyak faktor yang menyebabkanmasyarakat Indonesia itu menganggap remeh
pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, karena masyarakat Indonesia merasa tidak
perlu lagi belajar bahasa Indonesia karena mereka sudah berbangsa dan bisa berbahasa
Indonesia seadanya. Padahal sebenarnya belum tentu mereka bisa dan mampu
berbahasa indonesia dengan baik dan benar. Kedua, karena adanya kemunduran dan
kemerosotan ekonomi Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sehingga timbul
rasa malu berbahasa Indonesia dalam pergaulan internasional. Ketiga, sebagai
akibat adanya globalisasi yang membuat timbulnya pengaruh terhadap penggunaan
bahasa Indonesia dikalangan masyarakat Indonesia.
Sejak zaman reformasi tahun 1998 Bahasa Indonesia mengalami
penurunan minat mempelajarinya di beberapa negara di dunia. Minat orang asing
belajar bahasa Indonesia menurun akibat kondisi pengajaran Bahasa Indonesia
belakangan ini menunjukkan segala penurunan. Gejala penurunan itu baik dari
aspek intensitas penyelenggaraan maupun dari segi jumlah peminatnya. Penurunan
intensitas pelenggaraan pengajar bahasa Indoesia untuk penutur asing ini
disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain, dari dalam negeri menurunkanya
minat itu akibat penyelenggaraan pengajaran indonesia untuk penutur asing itu
sendirimaupun dari kondisi dalam negeri sendiri. Penurunan minat ini terjadi di
negara Australia, Belanda, dan Jerman. Hal itu akibat politik di negara
tersebut, di Jermanbahkan pelajaran bahasa indonesia di kampus-kampus
peminatnya berkurang. Kalau sampai ditutup program ini, tertutup juga upaya
untuk meningkatkan citra Indonesia di sana. Kurangnya minat untuk mempelajari
bahasa Indonesia di beberapa negara diantaranya juga karena kurangnya sumber
daya manusia. Namun sejak itu pun ada peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia
dari negara China, Jepang, AS, Mesir, dan negara Arab, serta negara berkembang
pesat.
Salah satunya upaya pemerintah Indonesia mengembangkan
pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing, dengan pemasyarakatan alat uji
bahasa Indonesia yang disebut Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat
Bahasa juga mencoba mensosialisasikan setiap programnya kepada instansi lain
seperti membuka pusat-pusat kebudayaan Indonesia di beberapa negara. Pusat
kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang promosi Indonesia pada masyarakat dunia.
2.4
Peranan Bahasa Indonesia
Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia adalah bahasa
merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar, seperti yang telah
dikemukakan bahwa manusia berpikir tidak hanya dengan otak. Dengan bahasa ini
pula manusia menyampaikan hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta
perasannya. Bahasa juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang
kebudayaan. Melalui bahasa nilai – nilai dalam masyarakat dapat
diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Di
dalam suatu masyarakat, bahasa mempunyai suatu peranan yang penting dalam
mempersatukan anggotanya. Sekelompok manusia yang
menggunakan bahasa yang sama akan merasakan adanya ikatan batin di
antara sesamanya.
2.5
Mengapa Bahasa Melayu Diangkat
Menjadi Bahasa Indonesia
Ada empat faktor yang menyebabkan
bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1. Bahasa
melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa
perhubungan dan bahasa perdangangan.
2. Sistem
bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak
dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku
jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4. Bahasa
melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti
yang luas.
2.6 Kedudukan Dan Fungsi Bahasa
Indonesia
Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai
empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa
negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia
berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam
kedudukan ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat
saja muncul secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu
atau dua fungsi saja.
Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak “Soempah
Pemoeda”, 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan. Pada saat itu para pemuda sepakat untuk mengangkat bahasa
Melayu-Riau sebagai bahasa Indonesia. Para pemuda melihat bahwa bahasa
Indonesialah yang berpotensi dapat mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri
atas ratusan suku vangsa atau etnik. Pengangkatan status ini ternyata bukan
hanya isapan jempol. Bahasa Indonesia bisa menjalankan fungsi sebagai pemersatu
bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia rasa kesatuan dan
persatuan bangsa yang berbagai etnis terpupuk. Kehadiran bahasaIndonesia di
tengah-tengah ratusan bahasa daerah tidak menimbulkan sentimen negatif bagi
etnis yang menggunakannya. Sebaliknya, justru kehadiran bahasa Indonesia
dianggap sebagai pelindung sentimen kedaerahan dan sebagai penengah ego
kesukuan.
Dalam hubungannya sebagai alat untuk menyatukan berbagai
suku yang mempunyai latar belakang budaya dan bahasa masing-masing, bahasa
Indonesia justru dapat menyerasikan hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa
meinggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya
serta latar belakang bahasa etnik yang bersangkutan. Bahkan, lebih dari itu,
dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ini, kepentingan nasional
diletakkan jauh di atas kepentingan daerah dan golongan.
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi
untuk menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa
Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian
rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun
latar belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan
memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat
adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalamn
fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi
karena bertambah baiknya sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat
perhubungan umum, bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan
bertambah banyaknya perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah
satu ke daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mulau dikenal sejak
17 Agustus 1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dalam
kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang
kebanggaan nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui bahasa
nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat
dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia
dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan
bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oelh bangsa Indonesia. Sebagai
lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dijunjung tinggi di samping
bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional bangsa Indonesia, Indonesia
Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki
identitasnya sendiri sehingga serasi dengan lambang kebangsaan lainnya. Bahasa
Indonesia dapat mewakili identitasnya sendiri apabila masyarakat pemakainya
membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur
bahasa lain, yang memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata
dari bahasa Inggris yang sering diadopsi, padahal istilah.kata tersebut sudah
ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula menjalankan
fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun yang lalu
masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum sanggup
mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, sekarang dapat dilihat kenyataan
bahwa seni sastra dan seni drama, baik yang dituliskan maupun yang dilisankan,
telah berkembang demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan
betapa pun halusnya dapat diungkapkan secara jelas dan sempurna dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat menambah tebalnya
rasa kesetiaan kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan akan kemampuan
bahasa Indonesia.
Dengan berlakunya Undang-undang Dasar 1945, bertambah pula
kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam segala
upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun tulis.
Dokumen-dokumen, undang-undang, peraturan-peraturan, dan surat-menyurat yang
dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam
bahasa Indonesia. Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa
Indonesia. Hanya dalam kondisi tertentu saja, demi komunikasi internasional
(antarbangsa dan antarnegara), kadang-kadang pidato kenegaraan ditulis dan
diucapkan dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Warga masyarakat pun
dalam kegiatan yang berhubungan dengan upacara dan peristiwa kenegaraan harus
menggunakan bahasa Indonesia. Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara,
bahasa perlu senantiasa dibina dan dikembangkan. Penguasaan bahasa Indonesia
perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan dalam pengembangan
ketenagaan, baik dalam penerimaan karyawan atau pagawai baru, kenaikan pangkat,
maupun pemberian tugas atau jabatan tertentu pada seseorang. Fungsi ini harus
diperjelas dalam pelaksanaannya sehingga dapat menambah kewibawaan bahasa
Indonesia.
Dalam kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi,
bahasa Indonesia bukan saja dipakai sebagai alat komunikasi timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja dipakai sebagai alat perhubungan
antardaerah dan antarsuku, tetapi juga dipakai sebagai alat perhubungan formal
pemerintahan dan kegiatan atau peristiwa formal lainnya. Misalnya,
surat-menyurat antarinstansi pemerintahan, penataran para pegawai pemerintahan,
lokakarya masalah pembangunan nasional, dan surat dari karyawan atau pagawai ke
instansi pemerintah. Dengan kata lain, apabila pokok persoalan yang dibicarakan
menyangkut masalah nasional dan dalam situasi formal, berkecenderungan
menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi, di antara pelaku komunikasi tersebut
terdapat jarak sosial yang cukup jauh,misalnya antara bawahan – atasan,
mahasiswa – dosen, kepala dinas – bupati atau walikota, kepala desa – camat,
dan sebagainya.
Akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36,
UUD 1945, bahasa Indonesia pun kemudian berkedudukan sebagai bahasa budaya dan
bahasa ilmu. Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Dalam
hubungannya sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat
yang memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional
sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas
sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa Indonesia
dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya nasional.
Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya sebagai
bahasa budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi
(iptek) untuk kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan iptek dan
pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara dilakukan
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks
serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan untuk
masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian,
masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa
asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan dan penerapan iptek.
Pada tahap ini, bahasa Indonesia bertambah perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa
Indonesia oun dipakai bangsa Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan
menyampaian ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan.
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman
kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di
seluruh Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai
sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai
dengan tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa
Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya
akhir mahasiswa – skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau laporan penelitian)
yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa
Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian iptek, dan sekaligus menepis
anggapan bahsa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi konsep-konsep iptek.
2.7
Kedudukan Bahasa Nasional dan Bahasa
Asing
Biasanya bahasa yang sering dipelajari anak setelah bahasa
ibunya pasti digunakan dalam lingkungan masyarakat sekitar. Sedangkan bahasa
asing adalah bahasa negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam
interaksi sosial. Kedudukan Bahasa asing di Indonesia tersebut mengakibatkan
jarang digunakannya Bahasa asing dalam interaksi sosial di lingkungan anak. Hal
tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) yang menggunakan bahasa pengantar contohnya Bahasa Inggris karena
pemerolehan bahasa asing bagi anak berbanding lurus dengan volume, frekuensi
dan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan program pembelajaran dengan pengantar tersebut
mendapat berbagai kendala mengingat kedudukan Bahasa asing di Indonesia
Artinya, Bahasa asing hanya menjadi bahasa pada kalangan tertentu, tidak
digunakan oleh masyarakat umum seperti jika kedudukannya sebagai bahasa kedua
(bahasa Ibu). Hal ini menyebabkan kurangnnya interaksi anak terhadap Bahasa
asing. Selain itu terdapat juga berbagai pendapat mengenai pemerolehan bahasa
kedua atau bahasa asing yang bisa mempengaruhi perkembangan bahasa ibu.
Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa secara umum terjadi
masalah jika anak dikenalkan pada dua bahasa secara bersamaan pada usia dini.
Terutama ketika dikenalkan pada usia pra sekolah setelah bahasa ibu sudah
sering digunakan. Pendapat lainnya menjelaskan bahwa jika bahasa kedua
dikenalkan sebelum bahasa pertama benar-benar terkuasai, maka bahasa pertama
perkembangannya akan lambat dan bahkan mengalami regresi. Selain itu, ada juga
yang berpendapat bahwa bahasa kedua akan terperoleh ketika bahasa pertama sudah
dikuasai.
2.8
Jati Diri Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mempunyai ciri-ciri
umum dan kaidah-kaidah pokok tertentu yang membedakannya dengan bahasa-bahasa
lainnya di dunia ini, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Dengan ciri-ciri
umum dan kaidah-kaidah pokok ini pulalah dapat dibedakan mana bahasa Indonesia
dan mana bahasa asing ataupun bahasa daerah. Oleh karena itu, ciri-ciri umum
dan kaidah-kaidah pokok tersebut merupakan jati diri bahasa Indonesia.
Ciri-ciri umum dan kaidah-kaidah pokok yang dimaksud adalah antara lain sebagai
berikut.
a.
Bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jenis
kelamin.
Kalau
kita ingin menyatakan jenis kelamin, cukup diberikan kata keterangan penunjuk
jenis kelamin, misalnya:
a)
Untuk manusia dipergunakan kata
laki-laki atau pria dan perempuan atau wanita.
b)
Untuk hewan dipergunakan kata jantan
dan betina.
Dalam
bahasa asing (misalnya bahasa Ingris, bahasa Arab, dan bahasa Sanskerta) untuk
menyatakan jenis kelamin digunakan dengan cara perubahan bentuk.
Contoh:
Bahasa
Inggris : lion – lioness, host – hostess, steward -stewardness.
Bahasa
Arab : muslimi – muslimat, mukminin – mukminat, hadirin – hadirat
Bahasa
Sanskerta : siswa – siswi, putera – puteri, dewa – dewi. .
Dari
ketiga bahasa tersebut yang diserap ke dalam bahasa Indonesia adalah beberapa
kata yang berasal dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta; sedangkan perubahan
bentuk dalam bahasa Inggris tidak pernah diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Penyerapan dari bahasa Arab dan bahasa Sanskerta pun dilakukan secara leksikal,
bukan sistem perubahannya. Dengan demikian, dalam bahasa Arab, selain kata
muslim, diserap juga kata muslimin dan muslimat; selain mukmin, diserap juga
kata mukminin dan mukminat; selain hadir (yang bermakna ‘datang’, bukan ‘orang
yang datang’), diserap juga kata hadirin dan hadirat. Dalam bahasa Sanskerta,
selain dewa, diserap juga dewi; selain siswa diserap juga siswi. Karena sistem
perubahan bentuk dari kedua bahasa tersebut tidak diserap ke dalam bahasa
Indonesia, maJati Diri Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi.
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu
dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini
diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya
asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan
budaya bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat
besar kemngkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang
sudah tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang
begitu canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia,
termasuk jati diri bahasa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua
menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan
aturan-aturan yan berlaku dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan siatuasi
dan kondisi pemakaiannya. Dengan kata lain, pemakai bahasa Indonesia yang
berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah
atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan
kondisinya.
Setiap warga negara Indonesia, sebagai warga masyarakat,
pada dasarnya adalah pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena
tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap
positif terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat
dilakukan dengan (1) sikap kesetiaan berbahasa Indonesia dan (2) sikap
kebanggaan berbahasa Indonesia. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia terungkap
jika bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing
dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan. Sikap
kebanggan berbahasa Indonesia terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa
Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan dapat
mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Yang perlu dipahami adalah sikap
positif terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa yang
tertutup dan kaku. Bangsa Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian bahasa
Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan menutup diri dari saling pengaruh
dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus
bisa membedakan mana pengaruh yang positif dan mana pengaruh yang negatif
terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif seperti inilah yang bisa
menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia itu tidak ada
bedanya dengan bahasa asing lain. Masing-masing bahasa mempunyai kelebihan dan
kekurangannya. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia memberikan sumbangan
yang signifikan bagi terciptanya disiplin berbahasa Indonesia. Selanjutnya,
disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa Indonesia untuk
mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas kepribadiannya sendiri.
Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi pergaulan antarbangsa dan era
globalisasi ini.
Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan
rasa cinta kepada bahasa, tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setiap warga negara Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu
menggunakannya dengan baik dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat menimbulkan
rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negara
yang baik mesti malu apabila tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini merupakan sikap
yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila yang muncul adalah sikap
yang negatif, tidak baik, dan tidak terpuji, akan berdampak pada pemakaian
bahasa Indonesia yang kurang terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa
Indonesia “asal orang mengerti”.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia
untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang
sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik
dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah
jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa
Indonesia memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana,
Tata bahasanya mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit.
Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bangsa
asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang mempelajari
bahasa Indonesia dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Namun,
kesederhaan dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi kedudukan dan fungsi
bahasa Indonesia dalam pergaulan dan dunia kehidupan bangsa Indonesia di
tengah-tengah pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri
dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu
pengetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi
ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan
antarbangsa pada era globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini
menjadi bahan pembelajaran di negara-negara asing seperti Australia, Belanda,
Jepanh, Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan Korea Selatan.
Tidaklah mungkin kita menyatakan kuda betina dengan bentuk
kudi atau kudarat; domba betina dengan bentuk kata dombi atau dombarat. Untuk
menyatakan jenis kelamin tersebut dalam bahasa Indonesia, cukup dengan
penambahan jantan atau betina, yaitu kuda jantan, kuda betina, domba jantan,
domba betina. Oleh karena itu, kaidah yang berlaku dalam bahasa Arab dan bahasa
Sanskerta, dan juga bahasa Inggris tidan bisa diterapkan ke dalam kaidah bahasa
Indonesia. Kalau dipaksakan, tentu struktur bahasa Indonesia akan rusak, yang
berarti jati diri bahasa Indonesia akan terganggu.
b.
Bahasa Indonesia mempergunakan kata
tertentu untuk menunjukkan jamak
Artinya,
bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan bentuk kata untuk menyatakan jamak.
Sistem ini pulalah yang membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa sing lainnya,
misalnya bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa lain.
Untuk menyatakan jamak, antara lain, mempergunakan kata segala, seluruh, para,
semua, sebagian, beberapa, dan kata bilangan dua, tiga, empat, dan seterusnya;
misalnya: segala urusan, seluruh tenaga, para siswa, semua persoalan, sebagian
pendapat, beberapa anggota, dua teman, tiga pohon, empat mobil.
Bentuk boy dan man dalam bahasa Inggris yang berubah menjadi
boys dan men ketika menyatakan jamak, tidak pernah dikenal dalam bahasa
Indonesia. Bentuk bukus (jamak dari kata buku), mahasiswas (jamak dari
mahasiswa), dan penas (jamak dari pena), misalnya, tidak dikenal dalam bahasa
Indonesia karena memang bukan kaidah bahasa Indonesia.
c.
Bahasa Indonesia tidak mengenal
perubahan bentuk kata untuk menyatakan waktu
Kaidah pokok inilah yang juga membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing
lainnya. Dalam bahasa Inggris,misalnya, kita temukan bentuk kata eat (untuk
menyatakan sekarang), eating (untuk menyatakan sedang), dan eaten (untuk
menyatakan waktu lampau). Bentukan kata seperti ini tidak ditemukan dalam
bahasa Indonesia. Bentuk kata makan tidak pernah mengalamai perubahan bentuk
yang terkait dengan waktu, misalnya menjadi makaning (untuk menyatakan waktu
sedang) atau makaned (untuk menyatakan waktu lampau). Untuk menyatakan waktu,
cukup ditambah kata-kaa aspek akan, sedang, telah, sudah atau kata keterangan
waktu kemarin, seminggu yang lalu, hari ini, tahun ini, besok, besok lusa,
bulan depan, dan sebagainya.
d.
Susunan kelompok kata dalam bahasa Indonesia biasanya mempergunakan hukum D-M (hukum
Diterangkan – Menerangkan)
Yaitu kata yang diterangkan (D) di muka yang menerangkan
(M). Kelompok kata rumah sakit, jam tangan, mobil mewah, baju renang, kamar
rias merupakan contoh hukum D-M ini. Oleh karena itu, setiap kelompok kata yang
diserap dari bahasa asing harus disesuaikan dengan kaidah ini. Dengan demikian,
bentuk-bentuk Garuda Hotel, Bali Plaza, International Tailor, Marah Halim Cup,
Jakarta Shopping Center yang tidak sesuai dengan hukum D-M harus disesuaikan
menjadi Hotel Garuda, Plaza Bali, Penjahit Internasional, Piala Marah Halim,
dan Pusat Perbelanjaan Jakarta. Saya yakin, penyesuaian nama ini tidak akan
menurunkan prestise atau derajat perusahaan atau kegiatan tersebut. Sebaliknya,
hal inilah yang disebut dengan penggunaan bahasa Indonesia yang taat asas, baik
dan benar.
e.
Bahasa Indonesia juga mengenal lafal baku, yaitu lafal yang tidak dipengaruhi
oleh lafal asing dan/atau lafal daerah
Apabila seseorang menggunakan bahasa Indonesia lisan dan
lewat lafalnya dapat diduga atau dapat diketahui dari suku mana ia berasal,maka
lafal orang itu bukanlah lafal bahasa Indonesia baku. Dengan kata lain,
kata-kata bahasa Indonesia harus bebas dari pengaruh lafal asig dan/atau lafal
daerah. Kesulitan yang dialami oleh sebagian besar pemakai bahasa Indonesia
adalah sampai saat ini belum disusun kamus lafal bahasa Indonesia yang lengkap.
Akibatnya, sampai sekarang belum adapatokan yang jelas untuk pelafalan kata
peka, teras, perang, sistem, elang. Tetapi, pengucapan semangkin (untuk
semakin), mengharapken (untuk mengharapkan), semua (untuk semua), mengapa
(untuk mengapa), thenthu (untuk tentu), therima kaseh (untuk terima kasih),
mBandung (untuki Bandung), dan Demak (untuk Demak) bukanlah lafal baku bahasa
Indonesia.
2.9
Dampak positif dan negatif adanya
bahasa asing dalam perkembangan bahasa Indonesia
Pengaruh bahasa asing sangat berdampak dalam perkembangan
bahasa Indonesia. Dampak itu ada yang positif dan ada yang negatif. Berikut
beberapa contoh dampak postif dan negatif adanya bahasa asing dalam perkembangan
bahasa Indonesia.
Dampak
negatif masuknya bahasa asing selain diatas antara lain:
a.
Anak-anak mulai
mengentengkan/menggampangkan untuk belajar bahasa Indonesia.
b.
Rakyat Indonesia semakin lama
kelamaan akan lupa kalau bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan.
c.
Anak-anak mulai menganggap rendah
bacaan Indonesia.
d.
Lama kelamaan rakyat Indonesia akan
sulit mengutarakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
e.
Mampu melunturkan semangat
nasionalisme dan sikap bangga pada bahasa dan budaya sendiri.
Dampak
positif bahasa asing bagi perkembangan anak antara lain :
a.
Mampu meningkatkan pemerolehan
bahasa anak.
b.
Semakin banyak orang yang mampu
berkomunikasi dalam bahasa Inggris maka akan semakin cepat pula proses transfer
ilmu pengetahuan
c.
Menguntungkan dalam berbagai
kegiatan (pergaulan internasional, bisnis, sekolah).
d.
Anak dapat memperoleh dua atau lebih
bahasa dengan baik apabila terdapat pola sosial yang konsisten dalam
komunikasi, seperti dengan siapa berbahasa apa, di mana berbahasa apa, atau
kapan berbahasa apa.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa
Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1. Bahasa melayu sudah merupakan lingua
franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2. Sistem bahasa Melayu sederhana,
mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa
(bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Suku jawa, suku sunda dan suku suku
yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional
4. Bahasa melayu mempunyai kesanggupan
untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
3.2
Saran
Di
era seperti sekarang ini sudah banyak bahasa asing yang masuk ke Indonesia dan
anak-anak muda pun banyak yang mengikuti. Sehingga hal ini menyebabkan bahasa
Indonesia akan menjadi rusak dan masyarakat akan terbiasa menggunakan bahasa
asing bukan lagi bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
Penggunaan Bahasa Indonesia Telah Diabaikan. www.sinarharapan.com.2002
Moeliono,
M. Anton. 1981. Perkembangan dan Pembinaan Bahasa. Jakarta : Djambatan.
http://bukittingginews.com/2010/10/makalah-sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar