Sistematika pengajaran imbuhan meN-
Sistematika pengajaran imbuhan meN-(kan/i)
harus dimulai dengan penguasaan proses morfofonemik imbuhan ini. Hal ini
meliputi pengajaran proses nasalisasi yang berkaitan dengan bunyi pertama pada
kata dasar (KD) yang mendapatkan imbuhan ini. Proses nasalisasi ini dapat
dirangkum sebagai berikut.
1. Penambahan bunyi
beli
|
membeli
|
dorong
|
mendorong
|
cari
|
mencari
|
hukum
|
menghukum
|
garap
|
menggarap
|
ajar
|
mengajar
|
2. Perubahan bunyi
pukul
|
memukul
|
sapu
|
menyapu
|
tari
|
menari
|
kirim
|
mengirim
|
Untuk sejumlah kata-kata serapan
(terutama dari bahasa Inggris) kaidah-kaidah di atas mungkin tidak berlaku.
Contoh:
KD Turunan dengan meN-
toleransi
|
mentoleransi
|
kristal
|
mengkristal
|
sosialisasi
|
mensosialisasi (kan)
|
program
|
memprogram
|
3.
Tidak ada perubahan
nyanyi
|
menyanyi
|
lihat
|
melihat
|
yakin(kan)
|
meyakinkan
|
manfaat(kan)
|
memanfaatkan
|
rakit
|
merakit
|
wabah
|
mewabah
|
Bentuk morfologis kata-kata yang
mendapat penambahan imbuhan meN-dapat dikategorikan menjadi 3 golongan
kata: (i) yang mendapatkan imbuhan meN-; (ii) yang mendapatkan ibuhan meN
- kan; dan (iii) yang mendapatkan imbuhan meN-i. Kategori
(iv) bisa digolongkan perkecualian yaitu kata-kata yang tidak mendapatkan
imbuhan meN- dan yang hanya mendapatkan meN-i.
(i)
meN-
Yang tergolong dalam kelompok ini
adalah hampir semua kata dasar (KD) kata kerja (verba) transitif.
Contoh:
KD Verba
|
Verba turunan
|
baca
|
membaca
|
tulis
|
menulis
|
pilih
|
memilih
|
ambil
|
mengambil
|
dengar
|
mendengar
|
(ii)
meN – kan
Termasuk dalam kelompok ini adalah
hampir semua KD kata sifat.
Contoh:
KD Sifat
|
Verba turunan
|
susah
|
menyusahkan
|
besar
|
membesarkan
|
dingin
|
mendinginkan
|
gembira
|
menggembirakan
|
(iii).
meN – i
Kelompok ini meliputi hampir semua
KD kata benda (nomina).
Contoh:
KD Nomina
|
Verba turunan
|
bumbu
|
membumbui
|
air
|
mengairi
|
sinar
|
menyinari
|
warna
|
mewarnai
|
Dengan memperkenalkan contoh-contoh
seperti di atas, siswa akan memiliki rumusan sementara mengenai ketentuan
penambahan imbuhan meN- saja, meN-kan, dan meN-i. Untuk
semen tara kita biarkan siswa membuat kesimpulan sendiri sesuai dengan contoh
di atas.
Pembagian seperti di atas
menyiratkan bahwa kategori (i) bisa diajarkan pada Tingkat Pemula dan Dasar (Beginner
dan Elementary). Pada tingkat ini fokus pengajaran adalah proses
morfofonemik imbuhan me-N. Sebaiknya, mereka tidak diajarkan bentuk meN-kan
maupun meN-i mengingat keterbatasan penguasaan kosakata mereka. Kategori
(ii) dan (iii) dapat diajarkan pada Tingkat Terampil (Pre-Intermediate
atau Intermediate). Pada tingkat ini biasanya siswa sudah mulai lebih kritis
karena pengetahuan kosakata dan tata bahasa sudah cukup tinggi. Siswa yang
sudah berada pada tingkat ini sudah menguasai kategori (i) sebaiknya diajarkan
sebagai revisi saja misalnya dengan kuis atau permainan yang sesuai.
(iv)
Perkecualian
1.
ØmeN -.
Siswa perlu diingatkan bahwa ada
sejumlah kata kerja yang tidak pernah menggunakan imbuhan meN- seperti
kata makan, minum, pergi, tidur, dan duduk. Jika imbuhan meN-
ditambahkan pada kata-kata ini, bentuk turunan tidak akan mempunyai arti atau
memberikan tambahan makna.
Contoh:
KD Verba
|
Verba turunan
|
makan
|
memakan
|
minum
|
meminum
|
pergi
|
*memergi
|
tidur
|
*menidur
|
duduk
|
*menduduk
|
Kata ‘memakan’ dan ‘meminum’
kadang-kadang dipakai untuk menunjukkan emosi (rasa jengkel atau marah). Kata
‘memakan’ dan ‘meminum’ sering dipakai untuk menunjukkan perilaku binatang.
Oleh karena itu, jika digunakan untuk menerangkan perilaku manusia kedua kata
ini memiliki makna negatif. Kata-kata turunan dengan tanda *) menunjukkan bahwa
bentuk tersebut itu tidak dikenal dalam bahasa Indonesia. Kasus ini juga
merupakan penyimpangan atau pengecualian.
Uraian ini bisa digunakan sebagai
jawaban sementara atas pertanyaan yang sering diajukan oleh siswa BIPA,
“Mengapa kata-kata tersebut tidak boleh menggunakan imbuhan meN-?”.
2.
Verba punya.
. Punya. tergolong kata kerja yang
cukup unik. Dalam berbagai susunan kalimat kata ini memenuhi unsur-unsur kata
kerja intransitif. Tidak seperti kata kerja transitif yang lain, ‘punya’ tidak
memiliki bentuk turunan meN- atau meN-kan. Yang lebih unik lagi
adalalah bunyi ‘p’ awalnya tidak luluh jika mendapat tambahan imbuhan meN-.
Satu-satunya bentuk turunan aktif yang dimiliki ‘punya’ adalah ‘mempunyai’.
Bandingkan dengan contoh verba turunan di bawah ini.
baca
|
Ø membaca
|
Ø membacakan
|
pilih
|
Ø memilih
|
Ø memilihkan
|
campur
|
Ø mencampur
|
Ø mencampuri
|
punya
|
Ø *mempunya
|
Ø mempunyai
|
Membandingkan
imbuhan gabung
1.
meN-kan vs. meN-i
Siswa BIPA juga sering bertanya
tentang kata kerja yang menggunakan imbuhan meN-kan dan meN-i
yang dibentuk dari KD (verba dan sifat) yang sama, misalnya menaiki vs.
menaikkan; menjauhi vs. menjauhkan; dan mendekati vs. mendekatkan. Banyak waktu
yang dihabiskan guru untuk menjelaskan dan fungsi imbuhan tersebut dalam contoh
di atas. Penjelasan yang sering diberikan adalah seperti contoh berikut, meN-i
menunjukkan pergerakan subjek kalimat, sedang meN-kan pergerakan objek
kalimat.
1. a. Anak nakal itu menaiki tiang
bendera.
b. Anak itu menaikkan bendera.
2. a. Kamu harus menjauhi ular
berbisa itu.
b. Kamu harus menjauhkan ular itu dari
sini.
Cara yang lebih praktis untuk
menjelaskan perbedaan makna meN-i dan meN-kan adalah dengan
menggunakan gambar. Dengan gambar-gambar ini saya yakin siswa akan mampu
memahami konsep di atas dengan lebih mudah.
Dengan keempat gambar di bawah ini
tidak akan sulit bagi siswa untuk memahami konsep ‘perpindahan’ atau
‘pergerakan’ subjek dan objek kalimat.
2.
meN- vs. meN – kan
Verba transitif biasanya dapat
memiliki bentuk meN-; dan meN-kan. Perbedaannya adalah bentuk meN-
tidak memberi indikasi untuk siapa suatu pekerjaan dilakukan. Sedangkan bentuk meN-kan
menunjukkan adanya makna benefektif (Sneddon, 1988: 80-81).
Contoh:
1. Ia mengambil kunci mobil.
2. Ia mengambilkan ayahnya kunci mobil.
2. Ia mengambilkan ayahnya kunci mobil.
Kalimat nomor 2 di atas bisa diubah
menjadi, “Ia mengambil kunci mobil untuk ayahnya”.
Kasus meN- dan meN-kan
juga banyak terjadi pada KD kata sifat. Karena kelas KD-nya berbeda, kita tidak
bisa menggunakan analisis sederhana di atas.
Seperti biasa, guru harus mengajak
siswa untuk memahami makna kata atau imbuhan pada struktur yang lebih tinggi.
Beberapa KD kata sifat yang tergolong dalam kategori ini adalah sbb.
dingin
|
Ø mendingin
|
Ø mendinginkan
|
panas
|
Ø memanas
|
Ø mamanaskan
|
kecil
|
Ø mengecil
|
Ø mengecilkan
|
kuning
|
Ø menguning
|
Ø menguningkan
|
Makna tambahan yang dtimbulkan oleh
penambahan imbuhan pada tiap KD di atas adalah ‘proses menjadi seperti KD’.
Masalahnya adalah, jika maknanya sama, lalu mengapa ada dua bentuk yang
berbeda?
Untuk menjawab pertanyaan ini mari
kita lihat penggunaannya dalam kalimat.
1. Situasi di Aceh kini mulai
sedikit mendingin.
2. Kondisi politik Timtim kini memanas lagi.
3. Sejak bulan lalu perut Ibu Lusi tampak mengecil.
4. Setelah berumur 2 bulan, padi itu pun menguning. Contoh di atas mengandung makna proses perubahan menjadi seperti yang dinyatakan KD tetapi tidak tersurat siapa atau apa yang menyebabkan proses tersebut. Motivasi pemilihan bentuk di atas mengacu pada proses dan bukan pada siapa yang melakukan proses perubahan. Proses itu terjadi secara . alami. tanpa pengaruh unsur-unsur dari luar (Moeliono dan Dardjowidjojo, ed.; 1988: 100-101).
2. Kondisi politik Timtim kini memanas lagi.
3. Sejak bulan lalu perut Ibu Lusi tampak mengecil.
4. Setelah berumur 2 bulan, padi itu pun menguning. Contoh di atas mengandung makna proses perubahan menjadi seperti yang dinyatakan KD tetapi tidak tersurat siapa atau apa yang menyebabkan proses tersebut. Motivasi pemilihan bentuk di atas mengacu pada proses dan bukan pada siapa yang melakukan proses perubahan. Proses itu terjadi secara . alami. tanpa pengaruh unsur-unsur dari luar (Moeliono dan Dardjowidjojo, ed.; 1988: 100-101).
Sebagai perbandingan perhatikan
contoh berikut ini. Subjek dalam tiap kalimat secara aktif melakukan aktivitas
untuk menghasilkan kondisi seperti yang dinyatakan KD.
Contoh:
1. Semua aparat sibuk mendinginkan
gejolak di Ambon.
2. Kakak mamanaskan minyak sebelum mulai menggoreng.
3. Ibu sedang mengecilkan celana Adi yang kebesaran.
4. Dengan berbagai cara, kelompok itu berusaha menguningkan daerah ini.
2. Kakak mamanaskan minyak sebelum mulai menggoreng.
3. Ibu sedang mengecilkan celana Adi yang kebesaran.
4. Dengan berbagai cara, kelompok itu berusaha menguningkan daerah ini.
Kesimpulan
Sistematika pengajaran imbuhan meN-harus
dimulai dengan pengenalan dan pemahaman proses morfofonemik pada tingkat
pemula. Kombinasi awalan meN- dengan akhiran kan/i
sebaiknya diajarkan pada tingkat yang lebih tinggi (Pre Intermediate)
sedangkan siswa pada tingkat Intermediate ke atas sudah siap untuk
mempelajari perbandingan antara meN-kan dan meN-i.
Guru harus mulai mengajarkan bentuk
yang paling sederhana (meN + KD Verba) dilanjutkan dengan konstruksi
yang lebih sulit (meN + KD Sifat + kan dan meN + KD Nomina + i).
Siswa harus disadarkan bahwa tiap perubahan struktur morfologis akan membawa
konsekuensi perubahan (penambahan atau pengurangan) makna. Siswa juga harus
dibiasakan untuk tidak menerima tiap kaidah secara absolut. Mereka harus selalu
bersedia melakukan revisi terhadap aturan tata bahasa yang telah dipelajari.
Referensi:
Fromkin, Victoria, Robert Rodman,
Peter Collins, dan David Blair. 1984. An Introduction to Language. Holt &
Rinehart. Sydney.
Moeliono, Anton dan Soenjono
Dardjowidjojo, ed. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Depdikbud Prum
Balai Pustaka. Jakarta.
Sneddon, James. 1996. Indonesian
Reference Grammar. Allen & Unwin. Sydney.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar