WORKSHOP JURNALISTIK
UNTUK GURU-GURU SMP JAWA TIMUR
MATERI IV
Proses Pembuatan Berita
Metode Menulis
Piramida Terbalik
dan 5W + 1H
Setiap wartawan harus
menguasai kedua hal tersebut sebagai dasar untuk menulis. Kedua teknik ini juga dapat membantu penulis nonwartawan, termasuk bloger, untuk menulis secara efektif.
Salah satu ciri
tulisan jurnalistik ialah padat dan
informatif. Oleh sebab itu, dibuatlah
rumus atau formula “piramida terbalik”
dan “5W+1H”. Formula tersebut juga membantu pembaca untuk mudah memahami isi sebuah
tulisan atau hasil reportase.
Formula ini gampanmg
dihafalkan, tetapi dalam
praktiknya banyak wartawan yang masih sering melakukan kesalahan. Banyak berita yang tidak sesuai dengan formula tersebut. Ini berarti masih banyak wartawan
hingga pemimpin redaksi melakukan kesalahan. Kesalahan bisa terjadi sejak di
lapangan ketika wartawan melakukan tugas peliputan di lapangan [reporter]
hingga redaktur yang melakukan tugas penyuntingan. Intinya masih banyak pekerja
media tidak mengetahui formula “piramida terbalik” dan “5W+1H”. Untuk membuktikannya, silakan baca koran-koran lokal di daerahmu dan
lihatlah sendiri.
Artikel berbentuk
berita memiliki struktur unik: inti informasi
ditulis pada alinea awal (disebut
sebagai "lead" atau
"teras berita"; biasanya satu hingga dua paragraf), data-data penting menyusul pada alinea-alinea selanjutnya, lalu
penjelasan tambahan, dan diakhiri dengan informasi lain yang bukan bersifat
informasi utama. Inilah yang disebut sebagai piramida terbalik.
Bagi pembaca sebuah
artikel, piramida terbalik memudahkannya menangkap inti cerita, sebab informasi
yang paling pokok langsung dibeberkan sejak alinea-alinea awal.
Sementara bagi
redaktur di meja redaksi, piramida terbalik juga memberi keuntungan. Yaitu
ketika sebuah artikel harus diperpendek karena kolom terbatas, sementara waktu (deadline) sudah mepet,
redaktur tinggal memotong bagian bawah. Kalimat-kalimat yang dibuang itu tidak
akan mengurangi makna artikel, asalkan ditulis dalam bentuk piramida terbalik.
Suatu ketika saya iseng
bertanya kepada seorang wartawan
yang sudah dua puluh tahun lebih menulis
di sebuah koran besar, dan sering disebut sebagai wartawan senior.
“Apa yang dimaksud dengan nilai berita?” tanyaku.
“5W dan 1H,”
jawabnya.
Saya kaget bukan
kepalang. Karena, jawabannya salah. 5W+1H adalah unsur berita, bukan nilai berita. Sementara nilai berita
adalah elemen-elemen yang membuat sebuah peristiwa atau percakapan layak
disebut sebagai berita.
“5W+1H” adalah singkatan dari
“what, who, when, where, why, how,”
yang dalam bahasa Indonesia menjadi “apa, siapa, kapan, di mana, mengapa,
bagaimana. Semua unsur inilah yang harus terkandung dalam sebuah artikel biasa
atau berita biasa. Saya sengaja
memakai istilah “artikel biasa” karena dalam karya tulis bentuk lain, seperti feature dan esai, tidak semua unsur
5W+1H harus dipenuhi.
Memasukkan keenam
unsur ini ke dalam tulisan adalah mudah, sama saja ketika kita berbicara secara
lisan dengan seseorang. Misalkan Anda baru tiba di sekolah lalu bercerita pada rekan Anda tentang kecelakaan yang Anda lihat di jalan.
“Waduh, lo tahu nggak,
tadi tuh, sekitar pukul 7 [KAPAN], dekat lampu merah Jalan SM Raja [DI MANA],
ada kecelakaan langsung terjadi di depan mata gua. Satu mobil sedan nabrak
motor [APA]. Sopirnya [SIAPA] nggak apa-apa, tapi yang punya motor [SIAPA]
tewas di tempat. Yang salah sih si korban. Gua sempat lihat, dia nggak peduli
lampu merah, malah dia tancap gas motornya. Nah, waktu menerobos lampu merah
itu, mobil sedan dari arah kanan juga sedang kencang, dia ketabrak dan jatuh,
kepalanya berdarah [BAGAIMANA]. Kasihan banget. Gua sempat berhentikan motor
gua, lalu bantu geser motor korban. Nggak lama polisi datang. Menurut polisi,
ternyata motor dia tuh lagi putus rem [MENGAPA]. Padahal tadi sempat gua kira
dia sengaja ngebut.”
Cerita di atas sudah
cukup jelas. Kawan Anda pasti paham
apa sebenarnya inti dari cerita Anda. Tapi coba
bayangkan apabila salah satu unsur cerita itu tidak Anda sebutkan, misalnya unsur DI MANA, pasti kawan Anda akan bertanya-tanya, “Lo gimana sih, dari tadi asyik
cerita tabrakan tapi nggak bilang di mana tempat kejadiannya.” dikutif dari www.blogberita.com
Dalam proses
penentuan layak-liput, terdapat beberapa kriteria atau pertimbangan untuk
diteruskan atau tidak, antara lain: nilai berita, kedekatan, aturan formal,
kode etik, dan Suku-Agama-Ras (SARA).
Oleh
reporter, peristiwa yang telah ‘diseleksi awal’ tersebut kemudian dibuat naskah
beritanya, berupa berita naskah kotor. Oleh
redaktur, atau penanggungjawab ditetapkan kriteria layak-muat, antara lain: layak liput (nilai berita, proximity, aturan
formal, kode etik, SARA),
bahasa, dan sistematika. Dari sinilah sebuah berita
bersih termuat dan dilakukan oleh
redaktur.
Catatan:
Naskah ini dicuplik dari Panduan TOT Jurnalistik untuk
Guru-guru SMP karya Willy Pramudya dan
Slamet Nur Acmad Effendy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar