Minggu, 16 Maret 2014

WORKSHOP JURNALISTIK UNTUK GURU-GURU SMP JAWA TIMUR MATERI IV Proses Pembuatan Berita



WORKSHOP JURNALISTIK
UNTUK GURU-GURU SMP JAWA TIMUR






MATERI IV
Proses Pembuatan Berita










Metode Menulis
Piramida Terbalik  dan 5W + 1H
Setiap wartawan harus menguasai kedua hal tersebut sebagai dasar untuk menulis. Kedua teknik ini juga dapat membantu penulis nonwartawan, termasuk bloger, untuk menulis secara efektif.
Salah satu ciri tulisan jurnalistik  ialah padat dan informatif. Oleh sebab itu, dibuatlah rumus atau  formula “piramida terbalik” dan 5W+1H. Formula tersebut juga membantu pembaca untuk mudah memahami isi sebuah tulisan atau hasil reportase.
Formula ini gampanmg dihafalkan, tetapi dalam praktiknya banyak wartawan yang masih sering melakukan kesalahan. Banyak berita yang tidak sesuai dengan formula tersebut. Ini berarti masih banyak  wartawan hingga pemimpin redaksi melakukan kesalahan. Kesalahan bisa terjadi sejak di lapangan ketika wartawan melakukan tugas peliputan di lapangan [reporter] hingga redaktur yang melakukan tugas penyuntingan. Intinya masih banyak pekerja media tidak mengetahui formula piramida terbalik dan 5W+1H. Untuk membuktikannya, silakan baca koran-koran lokal di daerahmu dan lihatlah sendiri.
Artikel berbentuk berita memiliki struktur unik: inti informasi ditulis pada alinea awal (disebut sebagai "lead" atau "teras berita"; biasanya satu hingga dua paragraf), data-data penting menyusul pada alinea-alinea selanjutnya, lalu penjelasan tambahan, dan diakhiri dengan informasi lain yang bukan bersifat informasi utama. Inilah yang disebut sebagai piramida terbalik.
Bagi pembaca sebuah artikel, piramida terbalik memudahkannya menangkap inti cerita, sebab informasi yang paling pokok langsung dibeberkan sejak alinea-alinea awal.
Sementara bagi redaktur di meja redaksi, piramida terbalik juga memberi keuntungan. Yaitu ketika sebuah artikel harus diperpendek karena kolom terbatas, sementara waktu (deadline) sudah mepet, redaktur tinggal memotong bagian bawah. Kalimat-kalimat yang dibuang itu tidak akan mengurangi makna artikel, asalkan ditulis dalam bentuk piramida terbalik.
Suatu ketika saya iseng bertanya kepada seorang wartawan yang sudah dua puluh tahun lebih menulis di sebuah koran besar, dan sering disebut sebagai wartawan senior.
“Apa yang dimaksud dengan nilai berita?” tanyaku.
“5W dan 1H,” jawabnya.
Saya kaget bukan kepalang. Karena, jawabannya salah. 5W+1H adalah unsur berita, bukan nilai berita. Sementara nilai berita adalah elemen-elemen yang membuat sebuah peristiwa atau percakapan layak disebut sebagai berita.
5W+1H adalah singkatan dari “what, who, when, where, why, how,” yang dalam bahasa Indonesia menjadi “apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, bagaimana. Semua unsur inilah yang harus terkandung dalam sebuah artikel biasa atau berita biasa. Saya sengaja memakai istilah “artikel biasa” karena dalam karya tulis bentuk lain, seperti feature dan esai, tidak semua unsur 5W+1H harus dipenuhi.
Memasukkan keenam unsur ini ke dalam tulisan adalah mudah, sama saja ketika kita berbicara secara lisan dengan seseorang. Misalkan Anda baru tiba di sekolah lalu bercerita pada rekan Anda tentang kecelakaan yang Anda lihat di jalan.
“Waduh, lo tahu nggak, tadi tuh, sekitar pukul 7 [KAPAN], dekat lampu merah Jalan SM Raja [DI MANA], ada kecelakaan langsung terjadi di depan mata gua. Satu mobil sedan nabrak motor [APA]. Sopirnya [SIAPA] nggak apa-apa, tapi yang punya motor [SIAPA] tewas di tempat. Yang salah sih si korban. Gua sempat lihat, dia nggak peduli lampu merah, malah dia tancap gas motornya. Nah, waktu menerobos lampu merah itu, mobil sedan dari arah kanan juga sedang kencang, dia ketabrak dan jatuh, kepalanya berdarah [BAGAIMANA]. Kasihan banget. Gua sempat berhentikan motor gua, lalu bantu geser motor korban. Nggak lama polisi datang. Menurut polisi, ternyata motor dia tuh lagi putus rem [MENGAPA]. Padahal tadi sempat gua kira dia sengaja ngebut.”
Cerita di atas sudah cukup jelas. Kawan Anda pasti paham apa sebenarnya inti dari cerita Anda. Tapi coba bayangkan apabila salah satu unsur cerita itu tidak Anda sebutkan, misalnya unsur DI MANA, pasti kawan Anda akan bertanya-tanya, “Lo gimana sih, dari tadi asyik cerita tabrakan tapi nggak bilang di mana tempat kejadiannya.” dikutif dari www.blogberita.com
Dalam proses penentuan layak-liput, terdapat beberapa kriteria atau pertimbangan untuk diteruskan atau tidak, antara lain: nilai berita, kedekatan, aturan formal, kode etik, dan Suku-Agama-Ras (SARA).
Oleh reporter, peristiwa yang telah ‘diseleksi awal’ tersebut kemudian dibuat naskah beritanya, berupa berita naskah kotor. Oleh  redaktur, atau penanggungjawab ditetapkan kriteria layak-muat, antara lain: layak liput (nilai berita, proximity, aturan formal, kode etik, SARA), bahasa, dan sistematika. Dari sinilah sebuah berita bersih  termuat dan dilakukan oleh redaktur.

Catatan:
Naskah ini dicuplik dari Panduan TOT Jurnalistik untuk Guru-guru SMP karya Willy Pramudya  dan Slamet Nur Acmad Effendy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar