Kamis, 11 April 2013

Kumpulan Puisi baru


kumpulan puisi baru
Cinta 1
Kutanam sapaku di ladangmu, kasih;
lembut kau sambut dengan senyum;
musim semi ini bermekaran mewangi;
petiklah setangkai, cium baunya;
jangan lagi ada sesal
jika tak seharum milikmu di masa lalu
Kubingkai lukisan cinta di piguramu;
pajanglah di relung hatimu;
pandanglah bila kau rindu;
jangan ada ragu
bila tak seindah milikmu di masa lalu

Cinta 2
Benang itu telah kita urai, kasihku
kini terangkai dalam rajutan cinta
senyumlah dan genggam tanganku
langkahkan kaki menuju matahari

Cinta 3
Tlah kita susuri jejak cinta di pasir pantai
Buih dan debur ombak bergulung

Awan dan angin menyisir rambutmu

Mari kita gapai bahagia bersamaku

Jangan pula ada kecewa jika tak seperti anganmu
Kecewa I
Ini kali kukecup bibirmu,
perawan lidahku kelu, lugu sambutmu,
tidak kuragu hijau lembaranmu, kasih,

tapi jika tak seindah kenanganmu dulu,
jangan kecewa,

sebab terlalu kasep aku mengenal cinta.

Kecewa II
Rumah ini milikmu, milik kita walau cuma beratap cinta dan asa.
Taman ini begitu indah, meski hanya tertanam bunga cinta.
Ranjang ini pun milik kita walau cuma berlapis cinta.
Jangan kecewa jika hanya cinta yang bisa kuberikan.
Kecewa III
Jangan biarkan buih laut memanjakanmu.
Jangan biarkan wangi melati merasuki mimpimu.
Jangan biarkan kilau permata hinggap di anganmu.
Jangan kecewa jika yang kita punya cuma cinta.
Pengakuan
Tataplah mataku, kasih, tanpa gemetar . Riak gelombang
terpantul bersama luka menganga. Sudah sekian lama
mendera sukma
Sentuhlah jantungku, kasih, rasakan gejolak denyut
kegundahan; sudah lama mengoyak jiwa
Sia-sia kau katupkan bibirmu sebab telah kubaca
lembar-lembar pengakuanmu, jujur kau tuliskan: "nafsu
tak terkendali...."
Jangan takut, kasih, tatap mataku dengan berani.
Sambut tanganku, mari kita lambaikan untuk waktu
yang telah berlalu, walau luka itu tak mungkin
mengatup. Kubuka pengampunanku, ikhlas kuterima air
matamu karena, ternyata
kau masih perawan di malam pertama.
Kenangan
Jalan panjang terbentang itu bukan lamunan,
sayang. Telah kita rintis sejak dalam buaian.

Percuma kau kenang kekasihmu dulu. Kini kau cuma

milikku. Pendam kecewamu, jangan harap lagi masa

lalu membalik diri.
Hujan kala itu di Kaliurang, jadi kenanganmu.
Jangan lagi kauharap kembali, sebab ia tak mungkin

datang lagi.
Tatap mataku, sayang. Jangan lagi palingkan muka.
Jangan lagi menoleh ke belakang. Di rumah ini hanya

ada kita berdua.
Pertarungan
Hitam lembar itu telah kusibak, dengan kelancangan.
Catatan luka menganga memiriskan hati.

Bukan aku suci jika darahku menggumpal dan tanganku mengepal.

Dan, pertarungan itu tak pernah berakhir.

Lukamu, lukaku, jadikan satu.


P E R P I S A H A N
buat dita indah sari
Jurang antara kita tlah terbentang
lepaskan tangan saling genggam

tak kan lagi kita bernaung satu payung

maka lambaikan tangan, sayang

biarkan aku terbuang.

Bukan kanan atau kiri

bukan pula pilihan mati atau masuk bui

tapi beda cara pandang kita pada batas cakrawala

mesti kita sadari.

Tak penting tuk disesali, kasih

cinta bukan tali satukan hati

biarkan aku pergi

perpisahan ini mesti terjadi.

Jangan lagi ditangisi, kasihku

tanggalkan kecup mesra kenangan semalam

lupakan bisikan tentang cinta asmara.

Selamat berjuang, sayangku

tetap tegak di medan palagan

gapai mataharimu

sinari lorong-lorong kumuh kota

terangi gubuk-gubuk kusam berdebu

bebaskan mereka yang dihisap angkara peradaban.

Di puncak pergolakan penghabisan

kita berjumpa memimpin massa

kibarkan bendera yang sama.
SAJAK CINTA UNTUK DITA
Ketika rakyat berkubang dalam genangan air mata
kita berjumpa
Tatkala petani terusir dari tanah leluhurnya
kita bersua
Saat buruh acungkan kepalan tangan menuntut haknya
kita saling jatuh cinta
karena kita di antara penderitaan mereka
darah kita mengalir di nadinya.
Tapi kini kau begitu jauh
jauh tak terengkuh
oleh angan dan harapan
setelah aku terbuang.
Lewat kangenku pada jalanan
lewat rinduku pada pekik perlawanan

kukirim salam untukmu
meski kau tinggal bayang-bayang semu
ataukah aku yang selalu ragu
pada landasan yang selama ini jadi pijakan
cita-cita masyarakat tanpa penindasan.
Rinduku padamu, Dita
laksana bayi rindukan tetek ibunya
ketika lapar dan dahaga.
Cintaku padamu, Dita
kini terbawa angin senja
kulambaikan tangan perpisahan
sambil mendekap dada yang terluka.
Pengharapan
buat Novi
Setangkai anggrek ungu
kupersembahkan kepadamu, sayangku

bukan sebagai tanda cinta

maka kubiarkan ia tersia-sia

biarlah dia tercampakkan

asal bukan hatiku

yang putus harapan
Setangkai anggrek ungu
bukan tanda cinta, sayangku

karena cintaku padamu

takkan kering dan layu

oleh waktu yang berpacu
Setangkai anggrek ungu
bukan saksi bisu

pengharapanku padamu

karena pengharapanku abadi selalu

maka ijinkan aku mencintaimu.
Keputusan
Cinta adalah tawa
yang berderai di antara bintang gemintang

Cinta adalah tawa

di taman aneka bunga dan kembang

Kini cinta adalah air mata

kau pergi setelah kau tusukkan

belati tepat di jantungku.
The Dreaming in the Heart Garden
to Norchiditha Ganaden
now,
it’s time to stop counting the days

the days without edged

that more and more torture me

long time I have crossed the memory desert

in the beautifully shining of yours eyes

the beautifully smiling of yours

accompanying my step to walk along

the road of the heart garden

carving the memory with you
now,
it’s time to stop counting the days

that torture me

I have exhausted to wait for you

in full of disappointment

so overwrought

on the beautifully roses

save thorn
in the beautifully heart garden
actually only the dreaming

the thorn, my dear

how a wild to hurt my heart

so I realize that everything is only

the dreaming

because I fail to possess you

you are obviously not my possession

and the waving of your hand: say good bye

so much tear the hurt in my heart

good bye, my dear

don’t you go back in to may life forever
MIMPI DI TAMAN SURGAWI
kepada Norchi
kini
sudah saatnya aku berhenti

menghitung hari tak bertepi

yang kian menyiksa diri

telah lama kujelajahi padang kenangan

dalam redup sendu cahaya matamu

senyum manismu

kecantikan wajahmu

mengiringkan langkahku menapaki taman surgawi

terukir kenangan bersamamu
kini
telah saatnya aku berhenti

menghitung hari

yang kian menyiksa diri


pada mekarnya mawar

menyimpan duri

pada indahnya taman surgawi

ternyata hanya mimpi

duri itu, kasih

begitu ganas menusuk ke ulu hati

hingga aku sadar diri

semuanya hanya mimpi

sebab tak mungkin kau kumiliki

lambaian tanganmu kasih

kian menoreh luka di hati

selamat tinggal kasih

dan jangan kau kembali
Penantian
kepada Norchi
kini
sudah saatnya

berhenti menghitung hari

yang tak bertepi

telah lama kutelusuri pasir pantai

kutinggalkan jejakku di sana

kucari bayangmu di batas cakrawala

di atas garis laut

kucari merdu suaramu

di antara debur ombak yang menggulung

pasir pantai, karang, dan debur ombak

saksi penantianku
kini
sudah saatnya berhenti

menghitung hari

yang tak bertepi

telah lelah aku menanti

kuputuskan: biarlah aku sendiri

karna ternyata engkau bukan untukku
kini
sudah saatnya berhenti menghitung hari

kulambaikan tanganku

sambil mendekap dada yang terluka

selamat tinggal sayang

tak kuharap kau kembali
B e l e n g g u
kepada Widuri
getar rasa haru tiap kita bertemu
ciptakan belenggu pada diriku

namun pagar antara kita

jadi sekat tempat kita menetap

senyum dan sapaanku gagal

ketuk pintu hatimu

tatapan mata hanya sia-sia

lambaian tanganku relakan dirimu

kian menjauh menuju bahtera cinta keemasan
"selamat jalan Widuri,
semoga tak kembali lagi."

biarkan aku terus mengembara

mengakrabi tiap jengkal tanah sepi.
Kita dan sekat
kepada Widuri
di pantai ini
getar rasa haru tiap kita bertemu
ciptakan belenggu pada diriku.
Antara kita ada sekat
pisahkan tempat kita menetap.
Ah, kau memandang diriku ragu
senyum dan sapaanku
gagal ketuk pintu hatimu
tatapan mata hanya sia-sia.
lambaian tanganku
relakan dirimu kian menjauh
menuju bahtera cinta permata.
selamat jalan, Widuri
semoga engkau tak kembali
ke pantai ini,
biarlah aku tetap sendiri
menapaki tiap jengkal tanah sepi.


Kenangan
Papa…mama ingatlah
dulu, di kali bening daun bambu kujadikan perahu

malaju papa

aku bersorak mama

engkau tertawa dengar celotehku

betapa bahagia kita
Kenanglah
kali bening dan perahu daun bambu milikku

gembira dan bahagia punya kita
Papa…mama
Alangkah berat, tatkala kita terpaksa

tinggalkan semua,

tinggalkan desa menuju kota
Lambaian nyiur kelapa
sambut lambaian tangan kita

tinggalkan desa menuju Jakarta.
POTRETMU DI PANTAI ITU
sebingkai potret dirimu
dalam aku cemburu

di pantai itu

leburkan cintaku dalam cahaya purnama

seribu wajah lelaki

tak lagi kukenali

: aku hanya kenal kamu
gambarmu di pasir pantai
tak lagi sempurna kunikmati

karna harimu terbawa angin selatan

sedang aku kian jauh menuju utara
sebingkai potret dirimu
di pantai itu

ketika aku ragu

tak kuingat lagi

lebih baik aku sendiri.
Doa Malam
gelap langit malam
berikan keheningan dan diam

dalam diam

kutengok bintang khusuk sembahyang

dalam keheningan

kupacu hasratku sujud pada-Mu

nyalakan lampu dalam jiwaku

agar aku tahu

segala keangkuhan adalah kebinasaan cinta

dan segala cinta

hanya bermuara pada-Mu
Persimpangan
Listy
di antara keasingan kita sempat
erat berjabat
tanpa mengerti tali yang temukan kita
kita sama-sama jalan menuju
terang mentari yang masih dalam
mimpi.
Listy
jalan simpang nyata depan kita
kurelakan kau putar kemudi
sebab mentari kita berbeda
jangan menoleh lagi Listyku
biarkan aku sendiri di sini
melewati hari kian sepi.
J a r a k
Tlah kita sepakat
buat jarak Yogya-Semarang
tlah kita buat tekad
memperdekat jarak
dalam hati kita
agar rentang tali makin kuat
meski hari-hari kian sepi.
Keputusan
rentang tali kian rapuh
dijelajah waktu tak kenal ampun
jarak Yogya-Semarang kian jauh
dan tlah kau putuskan:
perpisahan itu mesti terjadi
hari-hari kian sepi.
PERTEMUAN I
Tuhanku
ulurkan tangan-Mu

larutkan aku dalam malam-Mu

hening, khidmat sebut nama-Mu
Tuhanku,
terangkan aku pada siang-Mu

biar aku tahu

matahari tunjukkan kuasa-Mu
Tuhanku,
temukan siang dan malam-Mu

di hatiku.
pesan buat sahabat
saat kita di tengah masa
kita erat berjabat

berdua lewati titian semu

menuju terang mentari jauh di depan

gelak tawa dan tangis bertukar

kita siapa?

bukan saudara!

mari sobat kita berjabat

ucapkan selamat tinggal

jalan simpang sudah dekat

lambaikan tangan sebab mentari

kita berbeda.
L U P A
buat neofiraun
Tuhan
kutolak napasmu mengalir di lautku

beringas Engkau lihat bidukku

bumi kan kurebut

bulan kan kudekap

oohh

di depan cermin

aku lupa diri

merah mukaku menunduk

gelombang badai berdebur

sudah datang waktu

leburkan bentukku

sebelum mulut terkatup

kutulis namaku di karang pantai

dengan darahku.
)
Insaf
dijemput kuda berpelana putih
lewati jalan setapak menuju langit

pengembaraan panjang

pasti kita alami

karna itu jangan dekatkan aku lagi

pada kubangan lumpur

beningkan telagaku

tenggelamkan wajahku

sedalam rasa.
tinggal bersama
dijemput kuda berpelana putih
lewati jalan setapak menuju langit

pengembaraan panjang

mesti kita alami

maka:

jangan paksa aku mendebat lagi

sayangku

noda apakah dosa

dosa apakah noda yang kita tebarkan

di atas ranjang

di rumah sarat cemooh tetangga

mari jadi laki bini

lahirkan bayi suci
Isyarat Malam
istriku, malam kita sudah larut
kapan pernah kita bersujud

dalam kelam jubah malam

kita berdiam

menengok bintang khusuk sembahyang
istriku, malam kita kian larut
derit ranjang tak lagi buahkan bayi

anak kita lima, cucu enam:

mari kita dekap

karna milik kita

istriku, jangan lagi kita sembunyi

malam kita adalah tepi hari

istriku, bila kereta datang

jemput kita pulang

kita sudah sembahyang


MELEPAS KEIKHLASAN
bukanlah matamu, istriku
tiga anak kita di kali bening

bermain perahu daun bambu

coleteh dan tawanya

alangkah lepas

dari jauh pandang saja mereka

kali bening bukan milik kita

bukalah telingamu, istriku

di tengah masa

mereka pamit

tinggalkan halaman rumah

bukalah hatimu, istriku

ucapkan selamat jalan

ulurkan tanganmu,

mari kita dekap

hatinya
Sajak Penghambur Dosa
Tuhan
mencintai-Mu adalah siksa

melihat di telaga-Mu

wajahku penuh dosa
Tuhan
membencimu adalah dosa

sebab kasih-Mu tetap kudekap

jika Kau tawarkan

sorga atau neraka

jawabku: atau!
Pertemuan II
sendiri di malam hari
Engkau datang

Tersenyum panang wajahku

aku tersipu

Kau belai rambutku

aku menangis

Kau tinggalkan

aku tertidur.

meski aku selalu rindu

mengeja nama-Mu.

Sajak Gelandangan
Andai tak bertemu
kamu dengan karung usang
mungkin tak kutemukan
deritamu di dalamnya
Kamu dengan karung usang
serta keping gelas dan kaleng rongsokan
andai tak melihatmu
mungkin mataku tak terbuka
Di naungan jembatan tua kota ini
aku terlelap bersama mimpimu
tentang sorga di balik cakrawala
dan tersentak oleh ngigaumu
tentang neraka yang membakarmu kini
Jika tak ada kamu
tak kutemukan sedihmu
dalam diriku.
BULAN BERCUMBU AWAN
Bulan dicumbu awan
Bumi tak berkawan
Kita berada di antara keduanya
menatap bumi yang sendiri
mendekap hasrat yang mati
mengharap bulan mencari diri
melawan cumbuan awan
kepada kita dia berkawan.
Permintaan
Bapakku
ijinkan aku
mengguruimu
agar tak tertidur aku di bangku kuliah
hanya mimpi
menjadi pegawai negeri

P U S I N G
buat "bapakku" tercinta di jakarta
bapakku
sudah penat tubuhmu
besarkan aku
sungguh baik hatimu
engkau beri aku rupiah
buat beli selembar ijazah
di warung negeri
atau swasta
bapakku
berkat budi baikmu
sekarang aku pandai
tapi, sayang
anak dilarang menggurui bapaknya
bapakku
beri aku waktu
beli tahta dengan kepandaian
hus! :tahta tidak bisa dibeli dengan kepandaian
tahta harus dibeli dengan baju hijau"
bapakku marah
dilempari kepalaku dengan NKK dan BKK

mulutku dicekoki es-ka-es

kepalaku pusing

aku tertidur di bangku kuliah
dan bermimpi menjadi pegawai negeri.
B E R P I S A H
buat Lilis
Duniaku terpaku di jantungku
menentukan aliran darahku: kehidupanku
Duniamu terpaku di jantungmu
menentukan denyut nadimu: kehidupanmu
Aku bukanlah aku
Kamu bukanlah kamu
karena kita tak bisa bertemu
Aku adalah hamba duniaku
Kamu adalah hamba duniamu
Aku menyembah di bawah kubah
Di gereja kamu memuja
Di atas sajadah aku pasrah
Di altar kamu teteskan air mata
HIDUP TANPA JUDUL
Langkahku mundur, cela yang mengatur
budi luhur dilulur bapak
luntur: silau emas dan perak
nostalgia kesalehan hanya permainan anak-anak
alif, ba’, tsa, gelap pun terucap
tanpa meresap
ini hari jadi gelap
mentari tak kudapat. Gelap!
Langkahku mundur, dosa yang mengatur
gua perak bercampur liur:
tempat menetap yang tak tetap
tersekap
hantu hijau mengincar
jangan berisik jangan diusik
saat kita terlena dalam mimpi
pelor siap bikin bocor kepala
aku tak bisa kabur
sia-sia bangkaiku dikubur.
Perjalanan I
Sesaat aku pergi
langkahku tertinggal di kubangan darah
badanku berlumur lumpur
aku ingin kabur
meski liang kubur siap mengubur
tanpa kembang menabur
tanpa air mata mengucur
mengerahkan tobatku; satu yang kutuju
merangkak tertatih dalam sepi
memeluk sunyi
berharap tak mati: mencari mentari hati
Perjalanan II
kucapai esok hari
lewati kelam jubah malam
sesempurna kelumpuhanku
di atas sajadah
aku menyembah!
MALAM DI RUMAH HITAM
Di rumah hitam,
malam jubahnya hitam
desah nafas nafsu di dalam malam.
Di rumah hitam,
malam, kuketuk pintumu
tak ada cahaya penerang di rumahmu
lampumu padam enam tahun yang silam
Di rumah hitam,
malam, carilah cahaya penerang
bulan dan bintang
jangan cari di langit kelam
ada di atas kubah bulan sabit dan bintang
itulah lampu, ambillah buat rumahmu
wahai malam di rumah hitam.
P o h o n M u d a
Wahai, pohon muda, kering daunmu. Jangan
impikan mentari esok hari. Malam ini
tengoklah punggung silsilah raja
di sana pernah kau ukir jasamu
dengan sejukmu
segar udaramu kau hembuskan di sana
mata air mengalir di kakimu
namun, kau semakin terhimpit. Batu-batu
angkuh menjepit akarmu
tak ada gunakah perjuanganmu?
Esok hari mentari pagi menyambutmu mati!
PERJALANAN

Bayang-Mu kan kucari
antara tumpukan bayang mereka
Dingin angin di bawah baringin.
Sekejap kupandang punggung-Mu,
tanpa bayangan,
tanpa cahaya,
gulita!
Kemana Engkau pergi?
Ke kuil Kau bersembunyi?
Di bukit sepi Kau semedi?
Hampa tak ada suara
Sepi,
sunyi dalam hati
yang mati.


T O B A T
Tangan ini terlalu lapuk
buat mendekap kasih-Mu
Dada ini terlalu sempit
buat merangkum kebesaran-Mu
Dengan kaki rapuh menyangga tubuh berlumpur
melangkah tertatih
melintasi rimba perasaan sunyi
meniti jembatan naluri.
Di depan pintu-Mu
aku terkapar
Menatap nur-Mu
yang memancar dari ayat-ayat-Mu
Berderit hatiku, terkuak perlahan
Sujud dan menangis memohon ampunan-Mu.
Jerit Pohon-pohon Tumbang
Engkau pohon-pohon tumbang
Daunmu kering
rontok berguguran
ranting-rantingmu kurus dan kering
Padahal…
kau tumbuh di atas tanah subur
penuh pupuk dan tak kurang air.
Engkau pohon-pohon muda
cinta-citamu mulia
mengubah kepengapan zaman
menghalau pencemaran udara
pencemaran karena korupsi
manipulasi
dan kebobrokan mental
Tapi, sungguh malang
akar-akarmu terhimpit batu-batu sombong
batu-batu angkuh yang mengandalkan kekuasaan
Engkau kering
mati
dan tumbang
lalu membusuk
Membusuk pun kau tidak akan jadi pupuk
engkau malah jadi sampah
yang tercampakkan
terbuang
sia-sia.


Makna-Makna yang Retak
Kelelahan yang punya makna
Haus dan lapar yang punya jiwa
Kami mengakrabi kebesaran ciptaan-Mu, ya Tuhan
Betapa indah untuk dinikmati
Namun ada sesal yang menghimpit jiwa
Rasa kontras akan predikat yang kami sandang
Dengan mereka….
Tangan-tangan kotor perusak alam!
Perjalanan kami mengakrabi rimba sunyi
Melewati jalanan nurani
Meniti jembatan perasaan sepi
Menuju puncak gunung yang abadi
Tangan-tangan kotor itu racun
Haruskah kami menutup mata
Sekedar memurnikan yang kami lihat
Sekadar menikmati hijaunya dalam pegunungan
Tangan-tangan kotor itu
Harus kami lihat dan kami tentang
Meski dengan kebesaran jiwa yang bengkak
Meski dengan kacamata yang tak pernah bertepi.
AKU DAN SEBOTOL BIR
Kunyalakan sebatang rokok….
Aku cinta padamu.
Keteguk sebotol bir,
bir yang menguap dalam maknanya sendiri
yang menyatu dengan deburan darah dan ludah
menembus dinding kesadaran diri
aku terlelap
aku lupa padamu
lupa terhadap pengkhianatanmu.
Layang-layang terbang tanpa kendali
tanpa tali
tali yang dulu diyakininya
akan mengendalikan ke batas kewajaran
Kini,
limbung, terhempas badai kemunafikan
terdampar ke pelabuhan nista
yang kontras dengan suara hatinya
seiring dengan nafsu setannya.
Berlari-berlari dan berlari
menuju alam pelampiasan diri
membelakangi segala tuntutan hidup.
Aku dan sebotol bir….
Satu rasa,
rasa pahit,
rasa getir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar