Kamis, 25 April 2013

Kyai Raden Santri


GUNUNG PRING

Gunung Pring, setiap orang, terlebih masyarakat Jawa Tengah dan khususnya orang Magelang pasti sangat mengenalnya. Adalah sebuah desa yang terletak di kec. muntilan dan sejauh 1 Km dari kota Kec Muntilan. Desa ini dinamakan Gunung Pring karena di ditengah-tengah desa ada sebuah bukit yang banyak ditumbuhi pring (pohon bambu) yang sangat rimbun. Gunung Pring memiliki ketinggian 400 m diatas permukaan laut.
Di puncak Gunung Pring terdapat sebuah kompleks makam milik Kraton Yogyakarta. Disini dimakamkan salah seorang wali tanah Jawa, yakni Kyai Raden Santri (Pangeran Singosari Mataram), salah seorang putra Ki Ageng Pemanahan, dan juga merupakan keturunan Prabu Brawijaya V. Di dalam kompleks makam tersebut terdapat sebuah Mushala yang diberi nama Mushala Pangeran Singasari.
Untuk mencapai kompleks pemakaman tersebut para pengunjung harus berjalan kurang lebih sekitar 1 km dengan melalui anak tangga yang sudah ada. Sepanjang perjalanan banyak bertebaran kios-kios yang menjual pakaian maupun makanan serta buah-buahan. Dari atas gunung Pring kita dapat memandang Pegunungan Menoreh yang gagah menjulang.
Selain itu, di kawasan desa Gunung Pring terdapat sebuah Pondok Pesantren salaf yang sudah sangat tua, yakni Pesantren Watu Congol. Saat ini, pondok pesantren ini dipimpin oleh Kyai Ahmad Abdul Haq (Mbah Mad). Mbah Mad adalah ulama yang disegani di kalangan ulama-ulama karena kharismanya.

Wisata Religius : Makam Kyai Raden Santri
Obyek wisata ini berada di Desa Gunung Pring Kec. Muntilan. Disebut Gunungpring karena tempat tersebut berada di bukit dan banyak terdapat pohon bambu (pring). Kyai Raden Santri atau Kanjeng Gusti Paangeran Singosari adalah salah satu putra Kyai Ageng Pemanahan, yang merupakan keturunan Prabu Brawijaya. Saudara sekandungnya adalah Raden Sutowijoyo (Panembahan Senopati, Raja Mataram I Th. 1588 - 1591) dan Pangeran Gagak Bening (Adipati Pajang, Th. 1588 - 1591). Menjelang berdirinya Kerajaan Mataram, Kyai Raden Santri pernah menjadi Senopati perang, untuk menaklukkan Kadipaten-Kadipaten yang mbalelo. Namun setelah berhasil, beliau memilih untuk menyebarkan Agama Islam dan menetap di Dusun Santren. Beliau sering menyepi untuk Mujahadah dan Taqorubban ilallah di bukit gunungpring. Pada saat beliau hendak pulang ke dusun santren, terjadi banjir besar di sungai. Kemudian beliau berkata, "air berhentilah kamu, aku hendak lewat". Maka berhentilah air tersebut dan mengeras menjadi batu cadas yang menonjol. Sehingga akhirnya sampai sekarang disebut Watu Congol (batu yang menonjol).
Fasilitas yang ada disekitar obyek wisata ini antara lain musholla, wartel, tempat parkir, rumah makan dan kios souvenir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar