GUNUNG PRING
Gunung
Pring, setiap orang, terlebih masyarakat Jawa Tengah dan khususnya orang
Magelang pasti sangat mengenalnya. Adalah sebuah desa yang terletak di kec.
muntilan dan sejauh 1 Km dari kota
Kec Muntilan. Desa ini dinamakan Gunung Pring karena di ditengah-tengah desa
ada sebuah bukit yang banyak ditumbuhi pring (pohon bambu) yang sangat
rimbun. Gunung Pring memiliki ketinggian 400 m diatas permukaan laut.
Di puncak
Gunung Pring terdapat sebuah kompleks makam milik Kraton Yogyakarta. Disini dimakamkan
salah seorang wali tanah Jawa, yakni Kyai Raden Santri (Pangeran
Singosari Mataram), salah seorang putra Ki Ageng Pemanahan, dan juga merupakan
keturunan Prabu Brawijaya V. Di dalam kompleks makam tersebut terdapat sebuah
Mushala yang diberi nama Mushala Pangeran Singasari.
Untuk
mencapai kompleks pemakaman tersebut para pengunjung harus berjalan kurang
lebih sekitar 1 km dengan melalui anak tangga yang sudah ada. Sepanjang
perjalanan banyak bertebaran kios-kios yang menjual pakaian maupun makanan serta
buah-buahan. Dari atas gunung Pring
kita dapat memandang Pegunungan Menoreh yang gagah menjulang.
Selain itu,
di kawasan desa Gunung Pring terdapat sebuah Pondok Pesantren salaf yang sudah
sangat tua, yakni Pesantren Watu Congol. Saat ini, pondok pesantren ini dipimpin oleh Kyai Ahmad Abdul Haq (Mbah
Mad). Mbah Mad adalah ulama yang disegani di kalangan ulama-ulama karena
kharismanya.
Wisata Religius : Makam Kyai Raden Santri
Obyek wisata ini berada di Desa Gunung Pring
Kec. Muntilan. Disebut Gunungpring karena tempat tersebut berada di bukit dan
banyak terdapat pohon bambu (pring). Kyai Raden Santri atau Kanjeng
Gusti Paangeran Singosari adalah salah satu putra Kyai Ageng Pemanahan, yang
merupakan keturunan Prabu Brawijaya. Saudara sekandungnya adalah Raden
Sutowijoyo (Panembahan Senopati, Raja Mataram I Th. 1588 - 1591) dan Pangeran
Gagak Bening (Adipati Pajang, Th. 1588 - 1591). Menjelang berdirinya Kerajaan
Mataram, Kyai Raden Santri pernah menjadi Senopati perang, untuk menaklukkan
Kadipaten-Kadipaten yang mbalelo. Namun setelah berhasil, beliau memilih
untuk menyebarkan Agama Islam dan menetap di Dusun Santren. Beliau sering
menyepi untuk Mujahadah dan Taqorubban ilallah di bukit
gunungpring. Pada saat beliau hendak pulang ke dusun santren, terjadi banjir
besar di sungai. Kemudian beliau berkata, "air berhentilah kamu, aku
hendak lewat". Maka berhentilah air tersebut dan mengeras menjadi batu
cadas yang menonjol. Sehingga akhirnya sampai sekarang disebut Watu Congol (batu
yang menonjol).
Fasilitas yang ada disekitar obyek wisata
ini antara lain musholla, wartel, tempat parkir, rumah makan dan kios souvenir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar